Cerita Mbah Moedjair, Penemu Ikan Mujair asal Blitar
loading...
A
A
A
BLITAR - Wibowo (58), cicit Mbah Moedjair, penemu ikan Mujair asal Kabupaten Blitar, sulit menjelaskan, kenapa piagam penghargaan yang dikeluarkan Pemerintah Soekarno untuk eyang buyutnya, tertulis "Nelayan Pelopor ".
Wibowo tahu, ikan yang berhasil dibiakkan buyutnya memang berasal dari pesisir pantai selatan Kabupaten Blitar. Pantai Serang tepatnya. Namun ia juga tahu, di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, kakek buyutnya bukan nelayan.
"Apa mungkin karena kategorinya yang ada saat itu hanya nelayan pelopor ya?, "kata Wibowo yang justru balik bertanya saat ditemui Sindonews.com di rumahnya Desa Papungan.
(Baca juga: Lagu Yaa Lal Wathan Tandai Pelepasan Lulusan SMP Khadijah Surabaya )
Piagam berbingkai kayu dengan lapisan kaca sebagai pelindung itu terpajang di ruang tamu. Wibowo menunjukkannya lebih dekat. Terlihat warna kertas yang menguning karena digerogoti umur. Namun secara umum tampak terawat.
"Memang rutin dibersihkan," kata Wibowo menjelaskan upaya menjaga peninggalan buyutnya. Pada kertas piagam tertulis 6 April 1965 atau lima bulan sebelum peristiwa Gestok meletus. Ejaan Suwandi pada piagam menyebut : untuk jasa dan darma bakti kepada Revolusi, Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Tercantum nama Moedjair selaku penerima penghargaan. Jogoboyo (sekarang kaur keamanan) Desa Papungan tersebut dihargai sebagai penemu sekaligus pelopor pembudidaya ikan yang kemudian diberi nama sesuai namanya (Mujair).
Tertera nama Menteri Kelautan Laksamana Muda Laut Hamzah Atmohandojo selaku penandatangan. Dalam kabinet Dwikora, menteri perikanan dan kelautan berada dibawah koordinasi Menko Maritim yang saat itu dijabat Mayor Jendral KKO (Marinir) Ali Sadikin, yang kelak menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Selain penghargaan yang diberikan pada tahun 1965, sebelumnya, yakni 30 Juni 1954, Mbah Moedjair pernah menerima penghargaan dari Indo Pasipik Fisheries di Bogor, Jawa Barat. Kemudian juga penghargaan dari Kementrian Pertanian pada 17 Agustus 1951.
Bukan hanya soal temuan varian baru ikan yang dalam perjalanannya tersebar kemana mana, bahkan sampai ke Pulau Papua. Ikan mujair ikut menyokong program perbaikan gizi rakyat yang berjalan di era pemerintahan Bung Karno.
Wibowo tahu, ikan yang berhasil dibiakkan buyutnya memang berasal dari pesisir pantai selatan Kabupaten Blitar. Pantai Serang tepatnya. Namun ia juga tahu, di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, kakek buyutnya bukan nelayan.
"Apa mungkin karena kategorinya yang ada saat itu hanya nelayan pelopor ya?, "kata Wibowo yang justru balik bertanya saat ditemui Sindonews.com di rumahnya Desa Papungan.
(Baca juga: Lagu Yaa Lal Wathan Tandai Pelepasan Lulusan SMP Khadijah Surabaya )
Piagam berbingkai kayu dengan lapisan kaca sebagai pelindung itu terpajang di ruang tamu. Wibowo menunjukkannya lebih dekat. Terlihat warna kertas yang menguning karena digerogoti umur. Namun secara umum tampak terawat.
"Memang rutin dibersihkan," kata Wibowo menjelaskan upaya menjaga peninggalan buyutnya. Pada kertas piagam tertulis 6 April 1965 atau lima bulan sebelum peristiwa Gestok meletus. Ejaan Suwandi pada piagam menyebut : untuk jasa dan darma bakti kepada Revolusi, Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Tercantum nama Moedjair selaku penerima penghargaan. Jogoboyo (sekarang kaur keamanan) Desa Papungan tersebut dihargai sebagai penemu sekaligus pelopor pembudidaya ikan yang kemudian diberi nama sesuai namanya (Mujair).
Tertera nama Menteri Kelautan Laksamana Muda Laut Hamzah Atmohandojo selaku penandatangan. Dalam kabinet Dwikora, menteri perikanan dan kelautan berada dibawah koordinasi Menko Maritim yang saat itu dijabat Mayor Jendral KKO (Marinir) Ali Sadikin, yang kelak menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Selain penghargaan yang diberikan pada tahun 1965, sebelumnya, yakni 30 Juni 1954, Mbah Moedjair pernah menerima penghargaan dari Indo Pasipik Fisheries di Bogor, Jawa Barat. Kemudian juga penghargaan dari Kementrian Pertanian pada 17 Agustus 1951.
Bukan hanya soal temuan varian baru ikan yang dalam perjalanannya tersebar kemana mana, bahkan sampai ke Pulau Papua. Ikan mujair ikut menyokong program perbaikan gizi rakyat yang berjalan di era pemerintahan Bung Karno.