Cerita Legalisasi Opium Pemerintah Hindia Belanda, Pecandu Terbesar di Kediri dan Madiun

Sabtu, 02 Juli 2022 - 20:46 WIB
loading...
A A A
Para priyayi Jawa atau orang-orang yang lebih kaya, termasuk orang-orang Tionghoa menghisap candu yang berkualitas baik dan lebih mahal. Mereka memakai pipa-pipa penghisap yang bermutu bagus (badudan). Orang-orang Tionghoa kaya biasanya juga menikmati opium di rumah atau klub-klub opium pribadinya.

Bagi kalangan priyayi Jawa, menghisap candu sudah menjadi semacam life style. Opium menjadi sisi keramahtamahan sosial kaum bangsawan. Pada acara pesta-pesta yang digelar para priyayi, tuan rumah hampir selalu memberi suguhan candu kepada tamu laki-laki.

Di masyarakat desa dan masyarakat perkebunan, aksi bagi-bagi opium dilakukan pada saat musim panen padi dan dimulainya petik kopi.

Catatan Jaffe dan Martin dalam Oploid Analgesics and Antagonist (1976) menyebutkan orang-orang Jawa para penghisap candu meyakini opium dapat memberi mereka energi sekaligus membantu agar tetap terjaga di malam hari.



Opium diyakini bisa menjadi obat sakit kepala, demam, malaria, sakit perut, diare, disentri, asma, lelah dan gelisah. Bagi kebanyakan orang, menghisap candu dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman pada kehidupan.

Lalu bagaimana dengan orang-orang Belanda sendiri? P.A Daum dalam catatan Ups and Downs Of life in the Indies (1892), menyebut orang-orang Belanda lebih menyukai gin, yakni minuman beralkohol dari hasil fermentasi dan proses distilasi.

Bagi orang-orang Belanda opium bersifat buruk. “Yang diasosiasikan dengan orang-orang blasteran yang lemah dan orang-orang jahat yang menghilang di kampung-kampung dan daeah kumuh”.
(shf)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1132 seconds (0.1#10.140)