Perlawanan Besar Warga Sumatera Barat Buat Belanda Datangkan Pasukan dari Jawa
loading...

Perlawanan besar warga Sumatera Barat membuat Belanda mendatangkan pasukan dari Jawa. Foto/SindoNews
A
A
A
SEMARANG - Perlawanan masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) ke Belanda kian masif, termasuk oleh Imam Bonjol yang jadi bagian dari pemimpin adat di sana. Puncaknya Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku nan Cerdik, dua pemimpin kaum Padri dan kaum adat bersatu melaksanakan perlawanan.
Langkah ini jarang sekali dilakukan sebelumnya oleh kedua masyarakat terbesar di sana kala itu. Tuanku nan Cerdik mengadakan kerja sama dengan Tuanku Imam Bonjol dalam penyerangan-penyerangan terhadap pos-pos Belanda. Pada Maret 1832 Tuanku nan Cerdik berhasil menghimpun kekuatan di XII Kota untuk mempersiapkan penyerangan terhadap pasukan musuh yang berada di V Kota dan VII Kota.
Bersama-sama dengan pasukan Tuanku Imam Bonjol yang terdiri atas 4.000 orang, pasukan Tuanku nan Cerdik yang berkekuatan 3.000 orang mengadakan gerakan ke arah Tiku. Gerakan ini telah menimbulkan kekhawatiran pimpinan militer Belanda.
Pasukan gabungan dari Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku nan Cerdik ini berhasil menduduki Mengopo dan membuat markas di situ. Dalam hubungan ini Belanda memberangkatkan pasukannya yang berkedudukan di Pariaman menuju arah Tiku dan kemudian menyerang pasukan Padri di Manggopoh.
"Pertempuran seru yang terjadi meminta banyak korban di kedua belah pihak," demikian diambil dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia" dikutip Rabu (5/2/2025).
Di daerah Agam, Tuanku Damasiang yang bermarkas di sebelah selatan Kapau merupakan ancaman terhadap pertahanan Belanda di Fort De Kock. Dengan susah payah pasukan Belanda yang berkekuatan 250 serdadu dapat mematahkan perlawanan pasukan Tuanku Damasiang. Guna mengantisipasi perlawanan Padri selanjutya Belanda mendirikan pos penjagaan di Bukit Koriri di Cilatang.
Sementara Belanda berhasil menduduki beberapa tempat di daerah Agam, pasukan Padri telah berhasil memperluas daerah pengaruhnya ke daerah-daerah pantai sebelah utara Padang. Di sisi lain kondisi di Sumatera Barat, diketahui oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch, sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan Belanda di Hindia Belanda.
Sang pemimpin itu ingin segera persoalan di Sumatera Barat diselesaikan, dan Belanda berkuasa sepenuhnya di wilayah itu. Bantuan militer pasukan pun dikirimkan ke Sumatera Barat dari Jawa, pada pertengahan 1832. Pasukan berkekuatan tiga kompi dengan perlengkapan beberapa meriam dan mortir.
Di samping itu, ikut pula legiun yang memberi perlawanan ke Sentot Ali Basyah Prawirodirdjo, di Perang Jawa, yang terdiri atas 300 orang bersenjata. Pasukan ini disebar di berbagai pos dan benteng Belanda dan sebagian dipergunakan untuk mengadakan operasi di daerah pedalaman.
Langkah ini jarang sekali dilakukan sebelumnya oleh kedua masyarakat terbesar di sana kala itu. Tuanku nan Cerdik mengadakan kerja sama dengan Tuanku Imam Bonjol dalam penyerangan-penyerangan terhadap pos-pos Belanda. Pada Maret 1832 Tuanku nan Cerdik berhasil menghimpun kekuatan di XII Kota untuk mempersiapkan penyerangan terhadap pasukan musuh yang berada di V Kota dan VII Kota.
Bersama-sama dengan pasukan Tuanku Imam Bonjol yang terdiri atas 4.000 orang, pasukan Tuanku nan Cerdik yang berkekuatan 3.000 orang mengadakan gerakan ke arah Tiku. Gerakan ini telah menimbulkan kekhawatiran pimpinan militer Belanda.
Pasukan gabungan dari Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku nan Cerdik ini berhasil menduduki Mengopo dan membuat markas di situ. Dalam hubungan ini Belanda memberangkatkan pasukannya yang berkedudukan di Pariaman menuju arah Tiku dan kemudian menyerang pasukan Padri di Manggopoh.
"Pertempuran seru yang terjadi meminta banyak korban di kedua belah pihak," demikian diambil dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia" dikutip Rabu (5/2/2025).
Di daerah Agam, Tuanku Damasiang yang bermarkas di sebelah selatan Kapau merupakan ancaman terhadap pertahanan Belanda di Fort De Kock. Dengan susah payah pasukan Belanda yang berkekuatan 250 serdadu dapat mematahkan perlawanan pasukan Tuanku Damasiang. Guna mengantisipasi perlawanan Padri selanjutya Belanda mendirikan pos penjagaan di Bukit Koriri di Cilatang.
Sementara Belanda berhasil menduduki beberapa tempat di daerah Agam, pasukan Padri telah berhasil memperluas daerah pengaruhnya ke daerah-daerah pantai sebelah utara Padang. Di sisi lain kondisi di Sumatera Barat, diketahui oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch, sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan Belanda di Hindia Belanda.
Sang pemimpin itu ingin segera persoalan di Sumatera Barat diselesaikan, dan Belanda berkuasa sepenuhnya di wilayah itu. Bantuan militer pasukan pun dikirimkan ke Sumatera Barat dari Jawa, pada pertengahan 1832. Pasukan berkekuatan tiga kompi dengan perlengkapan beberapa meriam dan mortir.
Di samping itu, ikut pula legiun yang memberi perlawanan ke Sentot Ali Basyah Prawirodirdjo, di Perang Jawa, yang terdiri atas 300 orang bersenjata. Pasukan ini disebar di berbagai pos dan benteng Belanda dan sebagian dipergunakan untuk mengadakan operasi di daerah pedalaman.
(cip)
Lihat Juga :