Cerita Legalisasi Opium Pemerintah Hindia Belanda, Pecandu Terbesar di Kediri dan Madiun

Sabtu, 02 Juli 2022 - 20:46 WIB
loading...
A A A
Menjelang berakhirnya sistem tanam paksa, mulai tahun 1860, Pak Opium menjadi lembaga kunci yang menghubungkan sistem Pegawai Tionghoa dengan Pangreh Praja dan Pegawai Kolonial.

Sumber pendapatan yang berasal dari pajak Pak Opium adalah yang terbesar dibanding sektor-sektor ekonomi lainnya. Opium sangat diminati penduduk Jawa yang pada tahun 1883 tersebar di 22 karsidenan, di mana sejak tahun 1870 per kabupaten sebanyak 180.000 jiwa atau total se Pulau Jawa mencapai 18 juta jiwa.

Pasar opium terkaya berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pak Opium Surakarta, Karsidenan Kediri, Madiun dan Semarang hampir selalu menghasilkan pendapatan tertinggi. Selama abad ke-19, daerah-daerah tersebut menjadi tempat para pengepak opium terkuat berkuasa.

Pada saat itu hanya wilayah Priangan dan sebagian besar Banten (Jawa Barat) yang tertutup untuk operasi Pak Opium resmi. Di dua wilayah tersebut dan sekitarnya muncul kebencian lokal dari masyarakat yang menolak keberadaan opium, termasuk berani membuat larangan resmi.

Selain Surakarta, Karsidenan Kediri, Madiun dan Semarang, karsidenan di wilayah pesisir juga menjadi basis pasar peredaran opium yang besar. Rembang dan Surakarta yang saling berdekatan, bersama Kedu dan Yogyakarta di bagian selatan Jawa Tengah, juga menjadi kantong-kantong konsumen atau penghisap opium dalam jumlah besar.

Begitu juga wilayah Pasuruan, Probolinggo dan Besuki (Jawa Timur), serta Pulau Madura, konsumsi opium secara konsisten tergolong tinggi.

Pada abad ke-19, menghisap opium sudah menjadi ciri umum kehidupan masyarakat Jawa di kota maupun di desa. Di setiap desa maupun kota terdapat pemakai tetap dan para penghisap yang bersifat kadang-kadang.

Sementara kelas sosial menentukan cara menikmati opium. Golongan warga biasa menghisap di pondok-pondok umum, tempat khusus untuk menikmati opium.

Mereka di antaranya para pedagang keliling, pekerja upahan atau kuli, tukang, pengembara dan lain sebagainya. Yang dihisap adalah opium mentah atau candu yang disuling dan dicampur dengan penguat rasa serta bahan campuran lainnya. Alat penghisapnya buatan rumah atau batang daun pepaya sekali pakai.

“Rakyat kebanyakan menghisap campuran yang lebih rendah kualitasnya dengan menggunakan pipa sederhana dan menikmati ramuan lebih murah, seperti tike, daun awar-awar (ficus septica), dirajang halus dan dicampur dengan candu dan gula,” tulis James R Rush.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 3.3112 seconds (0.1#10.140)