Kiai Zainal Mustafa, Kerap Diturunkan dari Mimbar saat Ceramah oleh Penjajah karena Dianggap Radikal
loading...
A
A
A
Pada masa pemerintahan Jepang ini, ia menentang pelaksanaan seikeirei, cara memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan menundukkan badan ke arah Tokyo. Ia menganggap perbuatan itu bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid karena telah mengubah arah kiblat.
Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa, KH. Zaenal Mustofa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Februari 1944 (1 Maulud 1363 H).
Mula-mula ia akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir, membebaskan tahanan-tahanan politik.
Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustofa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak silat. Kiai juga memberikan latihan spiritual (tarekat) seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Persiapan para santri ini tercium Jepang. Segera mereka mengirim camat Singaparna disertai 11 orang staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan.
Usaha ini tidak berhasil. Mereka malah ditahan di rumah KH. Zaenal Mustofa. Keesokan harinya, pukul 8 pagi tanggal 25 Februari 1944, mereka dilepaskan dan hanya senjatanya yang dirampas.
Tiba-tiba, sekitar pukul 13.00, datang empat orang opsir Jepang meminta agar KH. Zaenal Mustofa menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas sehingga terjadilah keributan.
Hasilnya, tiga opsir itu tewas dan satu orang dibiarkan hidup. Yang satu orang ini kemudian disuruh pulang dengan membawa ultimatum. Dalam ultimatum itu, pemerintah Jepang dituntut untuk memerdekakan Pulau Jawa terhitung mulai 25 Februari 1944.
Dalam insiden itu, tercatat pula salah seorang santri bernama Nur menjadi korban, karena terkena tembakan salah seorang opsir. Setelah kejadian tersebut, menjelang waktu Salat Ashar (sekitar pukul 16.00) datang beberapa buah truk mendekati garis depan pertahanan Sukamanah.
Suara takbir mulai terdengar, pasukan Sukamanah sangat terkejut setelah tampak dengan jelas bahwa yang berhadapan dengan mereka adalah bangsa sendiri. Rupanya Jepang telah mempergunakan taktik adu domba.
Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa, KH. Zaenal Mustofa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Februari 1944 (1 Maulud 1363 H).
Mula-mula ia akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir, membebaskan tahanan-tahanan politik.
Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustofa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak silat. Kiai juga memberikan latihan spiritual (tarekat) seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Persiapan para santri ini tercium Jepang. Segera mereka mengirim camat Singaparna disertai 11 orang staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan.
Usaha ini tidak berhasil. Mereka malah ditahan di rumah KH. Zaenal Mustofa. Keesokan harinya, pukul 8 pagi tanggal 25 Februari 1944, mereka dilepaskan dan hanya senjatanya yang dirampas.
Tiba-tiba, sekitar pukul 13.00, datang empat orang opsir Jepang meminta agar KH. Zaenal Mustofa menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas sehingga terjadilah keributan.
Hasilnya, tiga opsir itu tewas dan satu orang dibiarkan hidup. Yang satu orang ini kemudian disuruh pulang dengan membawa ultimatum. Dalam ultimatum itu, pemerintah Jepang dituntut untuk memerdekakan Pulau Jawa terhitung mulai 25 Februari 1944.
Dalam insiden itu, tercatat pula salah seorang santri bernama Nur menjadi korban, karena terkena tembakan salah seorang opsir. Setelah kejadian tersebut, menjelang waktu Salat Ashar (sekitar pukul 16.00) datang beberapa buah truk mendekati garis depan pertahanan Sukamanah.
Suara takbir mulai terdengar, pasukan Sukamanah sangat terkejut setelah tampak dengan jelas bahwa yang berhadapan dengan mereka adalah bangsa sendiri. Rupanya Jepang telah mempergunakan taktik adu domba.