Sejarah Kota Natal dan Hubungannya dengan Kerajaan Pagaruyung
loading...
A
A
A
Labu kering yang berisi sekapal tanah kelahiran dan sekepal tanah daratan yang baru didatanngi itu, ditimang-timang menggunakan kedua tangannya. Ritual ini mereka sebut sebagai ritual menimbang tanah, sebagai simbolis pembukaan lahan baru di tanah rantau.
"Sesuai kondisinya yang luas dan landai, tanah ini kita namai Ranah Nan Data," ucapPangeran Indra Sutan disambut tepuk tangan dan sorak sorai pengikutnya.
Mereka optimis Ranah Nan Data dengan potensi alamnya merupakan daerah yang akan membawa kemakmuran penghuninya kelak. Air sungai yang mengalir di areal lahan yang luas bisa menopang pertanian.
Sungai itu cukup lebar bermuara ke laut, bisa dijadikan jalur transportasi mengangkut hasil bumi dan perdagangan. Sementara muara sungai akan dijadikan pelabuhan perniagaan.
Sejak saat itu daerah yang landai dan luas itu memiliki nama Ranah Nan Data, artinya tanah yang datar. Lama kelamaan, sebutan Ranah Nan Data oleh penduduk disingkat menjadi 'Nata'.
Seiring masuknya penjajahan dan hubungan perdagangan, oleh pengaruh lidah asing sebutan 'Nata' berganti dengan 'Natal' sampai sekarang.
Dikisahkan, Pangeran Indra Sutan dan Datuk Imam meluaskan pengembaraan di daerah sekitarnya sehingga menemukan daerah baru lagi yang mereka berinama Lingga Bayu yang terletak di hulu Ranah Nan Data cikal bakal Natal.
Dua sahabat pengembara itu kemudian sepakat membagi wilayah kekuasaan. Kerajaan Natal dipimpin Datuk Imam, sementara Pangeran Indra Sutan dan pengikutnya menguasai Lingga Bayu yang kaya dengan bahan tambang emas. Mereka bersumpah, Natal dan Lingga Bayu menjadi dua kerajaan yang bersaudara dan memelihara perdamaian selamanya.
Versi lain menyebutkan, asal usul Natal karena daerah itu kerap dijadikan persinggahan warga yang bepergian dengan mengendarai kuda.
Penduduk yang umumnya tinggal di daerah pegunungan saat melintasi kawasan itu, tepatnya di daerah Tor Pangolat, sering beristirahat karena takjub melihat pemandangan yang indah. Dari situ terlihat tanah yang landai dan luas, terlihat hingga bertemu dengan lautan.
"Sesuai kondisinya yang luas dan landai, tanah ini kita namai Ranah Nan Data," ucapPangeran Indra Sutan disambut tepuk tangan dan sorak sorai pengikutnya.
Mereka optimis Ranah Nan Data dengan potensi alamnya merupakan daerah yang akan membawa kemakmuran penghuninya kelak. Air sungai yang mengalir di areal lahan yang luas bisa menopang pertanian.
Sungai itu cukup lebar bermuara ke laut, bisa dijadikan jalur transportasi mengangkut hasil bumi dan perdagangan. Sementara muara sungai akan dijadikan pelabuhan perniagaan.
Sejak saat itu daerah yang landai dan luas itu memiliki nama Ranah Nan Data, artinya tanah yang datar. Lama kelamaan, sebutan Ranah Nan Data oleh penduduk disingkat menjadi 'Nata'.
Seiring masuknya penjajahan dan hubungan perdagangan, oleh pengaruh lidah asing sebutan 'Nata' berganti dengan 'Natal' sampai sekarang.
Dikisahkan, Pangeran Indra Sutan dan Datuk Imam meluaskan pengembaraan di daerah sekitarnya sehingga menemukan daerah baru lagi yang mereka berinama Lingga Bayu yang terletak di hulu Ranah Nan Data cikal bakal Natal.
Dua sahabat pengembara itu kemudian sepakat membagi wilayah kekuasaan. Kerajaan Natal dipimpin Datuk Imam, sementara Pangeran Indra Sutan dan pengikutnya menguasai Lingga Bayu yang kaya dengan bahan tambang emas. Mereka bersumpah, Natal dan Lingga Bayu menjadi dua kerajaan yang bersaudara dan memelihara perdamaian selamanya.
Versi lain menyebutkan, asal usul Natal karena daerah itu kerap dijadikan persinggahan warga yang bepergian dengan mengendarai kuda.
Penduduk yang umumnya tinggal di daerah pegunungan saat melintasi kawasan itu, tepatnya di daerah Tor Pangolat, sering beristirahat karena takjub melihat pemandangan yang indah. Dari situ terlihat tanah yang landai dan luas, terlihat hingga bertemu dengan lautan.