Siasat Tribhuana Tunggadewi Menumpas Pemberontakan Sadeng dan Keta
loading...
A
A
A
Tribhuana Tunggadewi menjadi penguasa Kerajaan Majapahit yang tersohor dengan keberhasilannya menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta dengan siasat jitunya. Keberhasilan menumpas pemberontakan Sadeng dan keta yang terjadi di awal masa pemerintahannya pada 1331 menjadi pembuktian kepiawaiannya sebagai ratu Prabu Majapahit.
Dikisahkan, Tribhuwana Tunggadewi adalah ratu pertama dan penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang berkuasa pada 1328-1350 M. Tribhuwana Tunggadewi adalah putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, dari istrinya, Gayatri. Tribhuwana Tunggadewi memiliki saudara kandung bernama Dyah Wiyat atau Rajadewi Maharajasa dan saudara tiri bernama Jayanegara, yang menjadi raja kedua Majapahit.
Dalam buku Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, (1979:135), Slamet Muljana menyebut nama asli Tribhuwana Tunggadewi adalah Dyah Gitarja. Tribhuana Tunggadewi dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Majapahit pada 1329 dengan gelar Sri Tribhuwanattunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.
Saat Jayanegara masih hidup, Tribhuwana Tunggadewi dan adiknya, Dyah Wiyat, dilarang menikah karena takut takhtanya terancam. Setelah Jayanegara mangkat, diceritakan dalam Th. Pigeaud, Java in the 14th Century: A Study in Cultural History (2001: 540), Tribhuwana Tunggadewi dinikahi Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan muda keturunan raja-raja Singasari dan Dyah Wiyat menikah dengan Pangeran Kudamerta.
Perkawinan Tribhuwana Tunggadewi dengan Cakradhara dikaruniai anak laki-laki bernama Hayam Wuruk yang kelak menjadi raja Majapahit. Pada tahun 1331, Tribhuana Tunggadewi mendapat ujian dalam memerintah Majapahit dengan pecahnya pemberontakan dua daerah taklukkan; Sadeng dan Keta.
Pemberontakan Sadeng dan Keta pecah ketika Tribhuana Tunggadewi berniat mengumpulkan semua penguasa daerah taklukkan Majapahit. Nah, setelah dikumpulkan, ratu menyadari jika wakil Sadeng dan Keta tidak hadir. Ketidakhadiran Sadeng dan Keta diartikan sebagai upaya pemberontakan terhadap Majapahit.
Ratu Tribhuwana Tunggadewi kemudian mengutus mata-mata untuk memastikan. Sadeng dan Keta terbukti bersiap untuk melakukan pemberontakan dengan menyiapkan pasukan. Mahapatih Arya Tadah dan Patih Gajah Mada memberikan saran kepada Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk memadamkan pemberontakan dengan cara diplomasi.
Awalnya, Tribhuana Tunggadewi juga menginginkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara diplomasi damai. Pasalnya, orang-orang Sadeng dan Keta pernah menjadi bagian dari perjuangan Kerajaan Majapahit. Mahapatih Arya Tadah membantu Gajah Mada untuk meredam pemberontakan Sadeng dan Keta. Setelah berkonsultasi dengan Tribhuana Tunggadewi, Gajah Mada dan pasukannya mengatur strategi dan bersiap berangkat ke Sadeng.
Nah, di tengah persiapan itu, seorang petinggi Majapahit bernama Ra Kembar juga mengincar jabatan Amangkubumi Arya Tadah. Maka, Ra Kembar membawa pasukan Majapahit ke Sadeng mendahului Gajah Mada. Bersama pasukannya, Ra Kembar mendahului berangkat ke Sadeng. Dia ingin mencari perhatian di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi.
Dikisahkan, Tribhuwana Tunggadewi adalah ratu pertama dan penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang berkuasa pada 1328-1350 M. Tribhuwana Tunggadewi adalah putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, dari istrinya, Gayatri. Tribhuwana Tunggadewi memiliki saudara kandung bernama Dyah Wiyat atau Rajadewi Maharajasa dan saudara tiri bernama Jayanegara, yang menjadi raja kedua Majapahit.
Baca Juga
Dalam buku Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, (1979:135), Slamet Muljana menyebut nama asli Tribhuwana Tunggadewi adalah Dyah Gitarja. Tribhuana Tunggadewi dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Majapahit pada 1329 dengan gelar Sri Tribhuwanattunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.
Saat Jayanegara masih hidup, Tribhuwana Tunggadewi dan adiknya, Dyah Wiyat, dilarang menikah karena takut takhtanya terancam. Setelah Jayanegara mangkat, diceritakan dalam Th. Pigeaud, Java in the 14th Century: A Study in Cultural History (2001: 540), Tribhuwana Tunggadewi dinikahi Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan muda keturunan raja-raja Singasari dan Dyah Wiyat menikah dengan Pangeran Kudamerta.
Perkawinan Tribhuwana Tunggadewi dengan Cakradhara dikaruniai anak laki-laki bernama Hayam Wuruk yang kelak menjadi raja Majapahit. Pada tahun 1331, Tribhuana Tunggadewi mendapat ujian dalam memerintah Majapahit dengan pecahnya pemberontakan dua daerah taklukkan; Sadeng dan Keta.
Pemberontakan Sadeng dan Keta pecah ketika Tribhuana Tunggadewi berniat mengumpulkan semua penguasa daerah taklukkan Majapahit. Nah, setelah dikumpulkan, ratu menyadari jika wakil Sadeng dan Keta tidak hadir. Ketidakhadiran Sadeng dan Keta diartikan sebagai upaya pemberontakan terhadap Majapahit.
Ratu Tribhuwana Tunggadewi kemudian mengutus mata-mata untuk memastikan. Sadeng dan Keta terbukti bersiap untuk melakukan pemberontakan dengan menyiapkan pasukan. Mahapatih Arya Tadah dan Patih Gajah Mada memberikan saran kepada Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk memadamkan pemberontakan dengan cara diplomasi.
Awalnya, Tribhuana Tunggadewi juga menginginkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara diplomasi damai. Pasalnya, orang-orang Sadeng dan Keta pernah menjadi bagian dari perjuangan Kerajaan Majapahit. Mahapatih Arya Tadah membantu Gajah Mada untuk meredam pemberontakan Sadeng dan Keta. Setelah berkonsultasi dengan Tribhuana Tunggadewi, Gajah Mada dan pasukannya mengatur strategi dan bersiap berangkat ke Sadeng.
Nah, di tengah persiapan itu, seorang petinggi Majapahit bernama Ra Kembar juga mengincar jabatan Amangkubumi Arya Tadah. Maka, Ra Kembar membawa pasukan Majapahit ke Sadeng mendahului Gajah Mada. Bersama pasukannya, Ra Kembar mendahului berangkat ke Sadeng. Dia ingin mencari perhatian di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi.