Siasat Tribhuana Tunggadewi Menumpas Pemberontakan Sadeng dan Keta

Jum'at, 11 Februari 2022 - 05:12 WIB
loading...
Siasat Tribhuana Tunggadewi Menumpas Pemberontakan Sadeng dan Keta
Siasat Tribhuana Tunggadewi Menumpas Pemberontakan Sadeng dan Keta
A A A
Tribhuana Tunggadewi menjadi penguasa Kerajaan Majapahit yang tersohor dengan keberhasilannya menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta dengan siasat jitunya. Keberhasilan menumpas pemberontakan Sadeng dan keta yang terjadi di awal masa pemerintahannya pada 1331 menjadi pembuktian kepiawaiannya sebagai ratu Prabu Majapahit.

Dikisahkan, Tribhuwana Tunggadewi adalah ratu pertama dan penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang berkuasa pada 1328-1350 M. Tribhuwana Tunggadewi adalah putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, dari istrinya, Gayatri. Tribhuwana Tunggadewi memiliki saudara kandung bernama Dyah Wiyat atau Rajadewi Maharajasa dan saudara tiri bernama Jayanegara, yang menjadi raja kedua Majapahit.



Dalam buku Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, (1979:135), Slamet Muljana menyebut nama asli Tribhuwana Tunggadewi adalah Dyah Gitarja. Tribhuana Tunggadewi dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Majapahit pada 1329 dengan gelar Sri Tribhuwanattunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Saat Jayanegara masih hidup, Tribhuwana Tunggadewi dan adiknya, Dyah Wiyat, dilarang menikah karena takut takhtanya terancam. Setelah Jayanegara mangkat, diceritakan dalam Th. Pigeaud, Java in the 14th Century: A Study in Cultural History (2001: 540), Tribhuwana Tunggadewi dinikahi Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan muda keturunan raja-raja Singasari dan Dyah Wiyat menikah dengan Pangeran Kudamerta.

Perkawinan Tribhuwana Tunggadewi dengan Cakradhara dikaruniai anak laki-laki bernama Hayam Wuruk yang kelak menjadi raja Majapahit. Pada tahun 1331, Tribhuana Tunggadewi mendapat ujian dalam memerintah Majapahit dengan pecahnya pemberontakan dua daerah taklukkan; Sadeng dan Keta.

Pemberontakan Sadeng dan Keta pecah ketika Tribhuana Tunggadewi berniat mengumpulkan semua penguasa daerah taklukkan Majapahit. Nah, setelah dikumpulkan, ratu menyadari jika wakil Sadeng dan Keta tidak hadir. Ketidakhadiran Sadeng dan Keta diartikan sebagai upaya pemberontakan terhadap Majapahit.

Ratu Tribhuwana Tunggadewi kemudian mengutus mata-mata untuk memastikan. Sadeng dan Keta terbukti bersiap untuk melakukan pemberontakan dengan menyiapkan pasukan. Mahapatih Arya Tadah dan Patih Gajah Mada memberikan saran kepada Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk memadamkan pemberontakan dengan cara diplomasi.

Awalnya, Tribhuana Tunggadewi juga menginginkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara diplomasi damai. Pasalnya, orang-orang Sadeng dan Keta pernah menjadi bagian dari perjuangan Kerajaan Majapahit. Mahapatih Arya Tadah membantu Gajah Mada untuk meredam pemberontakan Sadeng dan Keta. Setelah berkonsultasi dengan Tribhuana Tunggadewi, Gajah Mada dan pasukannya mengatur strategi dan bersiap berangkat ke Sadeng.

Nah, di tengah persiapan itu, seorang petinggi Majapahit bernama Ra Kembar juga mengincar jabatan Amangkubumi Arya Tadah. Maka, Ra Kembar membawa pasukan Majapahit ke Sadeng mendahului Gajah Mada. Bersama pasukannya, Ra Kembar mendahului berangkat ke Sadeng. Dia ingin mencari perhatian di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi.

Padahal, saat itu, Gajah Mada dan Adityawarman disebut sedang melakukan upaya diplomasi dengan Sadeng agar wilayah dapat tunduk tanpa menumpahkan darah. Sayang, penumpasan pemberontakan Sadeng dan Keta menjadi kacau. Seorang utusan pun dikirim untuk menemui Ra Kembar agar mengurungkan niatnya dan membawa kembali pasukan yang dibawanya.

Tetapi, Ra Kembar menolak. Alasannya, apa yang dilakukannya itu semata-mata demi negara. Pertempuran tak terelakkan. Dalam beberapa hari pertempuran, jumlah pasukan yang dipimpin Ra Kembar menyusut. Majapahit makin terdesak. Banyak versi menyebut siapa yang sukses memimpin penumpasan pemberontakan Sadeng dan Keta. Ada yang menyebut Tribhuwana Tunggadewi berangkat sebagai panglima. Dia didampingi sepupunya, Adityawarman.

Ada pula yang menyebut kolaborasi Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada, dan Adityawarman yang sukses menumpas pemberontakan Sadeng. Dr Purwadi dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa menulis bahwa yang berhasil menumpas pemberontakan Sadeng adalah Adityawarman. Adityawarman mengambil peranan untuk menyelamatkan pamor Gajah Mada di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi dan Arya Tadah. Dia bersama pasukannya tiba-tiba sudah sampai di Sadeng dan segera menuju sarang pemberontak.

Sadeng tidak siap dengan kedatangan musuh yang sangat tiba-tiba. Para pemberontak Sadeng dan Keta menyangka yang akan maju ke medan perang adalah Gajah Mada. Namun, yang muncul malah Adityawarman dan pasukannya. Karena itu, dalam waktu singkat, Sadeng berhasil dilumpuhkan oleh Adityawarman.

Kendati marah, Gajah Mada masih mampu memendamnya karena ada masalah lebih besar yang harus diselesaikan. Gajah Mada segera memerintahkan pasukan Majapahit segera ke Sadeng. Ada juga yang versi lain yang menyebutkan, pemimpin Sadeng bernama Tuhan Waruyu dan Pangeran Pamelekehen mempunyai cemeti sakti hingga pasukan Majapahit enggan menghadapinya.

Hingga akhirnya, Ratu Tribhuwanatunggadewi turun gelanggang menumpas pemberontakan. Setelah itu, Gajah Mada diangkat Amangkubumi menggantikan Arya Tadah. Sedangkan Ra Kembar diangkat menjadi koordinator kekuatan bersenjata pemukul musuh. Setelah menjadi patih atau Amangkubumi Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang amat terkenal yakni, Sumpah Palapa di Balairung Istana Majapahit di hadapan pembesar Majapahit.

Dalam buku Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit (2005) karya Slamet Muljana, Sumpah Amukti Palapa mengantarkan Kerajaan Majapahit ke gerbang kejayaan. Dalam sejarah disebutkan wilayah kekuasaan Majapahit, tercatat dalam Nagarakretagama, meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Indonesia bagian timur, termasuk Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga sebagian Maluku.

Dalam Pararaton disebutkan Tribhuana Tunggadewi menjadi panglima perang untuk menumpas pemberontakan Sandeng dan Keta di tengah persaingan patih Gajah Mada dan Ra Kembar. Tribhuana Tunggadewi menjadi panglima didampingi Adityawarman, sepupunya. Sedangkan dalam Nagarakretagama diceritakan, pemberontakan Sadeng dan Keta pecah sebagai aksi balas dendam atas kematian patih pertama Majapahit, Nambi pada 1316.



Sadeng, Keta, dan Lamajang merupakan daerah taklukkan Kerajaan Majapahit yang merupakan daerah pelabuhan terhubung lewat jalur-jalur sungai. Ketiga daerah itu menjadi bandar dagang sekaligus pemasok stok pangan untuk Majapahit. M. Nasruddin Anshoriy Ch & Dri Arbaningsih Soeleiman dalam Negara Maritim Nusantara: Jejak Sejarah yang Terhapus (2008) menuliskan Sadeng terletak di sebelah selatan Probolinggo. Ada pula yang meyakini bahwa Sadeng kini termasuk wilayah Jember.

Pemberontakan Sadeng dan Keta menjadi ujian besar bagi pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi. Keta, seperti yang disebutkan dalam Sejarah Birokrasi Pemerintahan Indonesia Dahulu dan Sekarang (1989) hasil karya P.J. Suwarno, berada di sekitar Besuki atau wilayah Situbondo di pesisir utara Jawa Timur.

Hingga akhirnya Tribhuwana Tunggadewi memutuskan turun takhta pada 1350. Keputusan tersebut diambil seiring wafatnya Gayatri. Hayam Wuruk kemudian naik takhta menggantikan ibunya untuk melanjutkan misi menyatukan Nusantara.
(aww)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3256 seconds (0.1#10.140)