Misteri Kematian Syekh Siti Jenar, dari Hukuman Mati hingga Jasad Berbau Wangi
loading...
A
A
A
Keenam, Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Wali Songo. Pada saat hukuman harus dilaksanakan, para anggota Wali Songo mendatangi Syekh Siti Jenar untuk melaksanakan eksekusi. Akan tetapi kemudian para anggota Wali Songo tidak jadi melaksanakan hukuman tersebut, karena Syekh Siti Jenar justru memilih cara kematiannya sendiri, dengan memohon kepada Allah agar diwafatkan tanpa harus dihukum oleh pihak Sultan dan para Sunan, sekaligus Syekh Siti Jenar menempuh jalan kematiannya sendiri, yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Dihukum Mati, Sempat Hidup 4 Kali
Konon saat menjalani hukuman mati, Syekh Siti Jenar tidak langsung meninggal dunia. Menurut kisah rakyat, Syekh Siti Jenar sempat empat kali hidup dan mati setelah keris Ki Kantanaga menghujam tubuhnya.
Syekh Siti Jenar diperkirakan berasal dari Baghdad dengan aliran Syiah Muntadar. Dia kemudian menetap di Pengging, Jawa Timur. Dari sana Syekh Siti Jenar mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging (Kebo Kenongo) dan masyarakat sekitar. Namun ajaran Syekh Siti Jenar tidak disetujui para Wali Songo lantaran Syekh Siti Jenar menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan.
Memang menurut literatur ajaran Syekh Siti Jenar sangat sulit dibuat kesimpulan apa pun, lantaran belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar. Kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi yang berkembang di masyarakat.
Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam, khususnya orang Jawa, meskipun dengan pandangan berbeda-beda.
Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia hanya sebagai kematian, atau setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati. Di mana dia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil, dan hadits.
Syekh Siti Jenar juga dianggap telah merusak ketentraman dan melanggar peraturan Kerajaan Demak. Atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa wali ke tempat Syekh Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan Desa Krendhasawa), untuk menghukum mati Syekh Siti Jenar pada 1506 M.
Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan kepada para dewan wali atau Wali Songo bahwa kelak pada suatu zaman akan ada kerbo bule mata kucing (orang bule) naik dari laut. Itulah menjadi tanda musibah kepada anak cucu masyarakat Indonesia.
Ajaran Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita anggap sebagai insiden di antara pemuka-pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M. Sebab ketika itu, lambat laun banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/ hakiki mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti.
Pengakuan Syekh Siti Jenar yang menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan membuat Wali Songo di Jawa menggelar sidang menyikapi ajaran Syekh Siti Jenar. Dalam sidang tersebut, Sembilan Wali sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar.
Dihukum Mati, Sempat Hidup 4 Kali
Konon saat menjalani hukuman mati, Syekh Siti Jenar tidak langsung meninggal dunia. Menurut kisah rakyat, Syekh Siti Jenar sempat empat kali hidup dan mati setelah keris Ki Kantanaga menghujam tubuhnya.
Syekh Siti Jenar diperkirakan berasal dari Baghdad dengan aliran Syiah Muntadar. Dia kemudian menetap di Pengging, Jawa Timur. Dari sana Syekh Siti Jenar mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging (Kebo Kenongo) dan masyarakat sekitar. Namun ajaran Syekh Siti Jenar tidak disetujui para Wali Songo lantaran Syekh Siti Jenar menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan.
Memang menurut literatur ajaran Syekh Siti Jenar sangat sulit dibuat kesimpulan apa pun, lantaran belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar. Kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi yang berkembang di masyarakat.
Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam, khususnya orang Jawa, meskipun dengan pandangan berbeda-beda.
Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia hanya sebagai kematian, atau setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati. Di mana dia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil, dan hadits.
Syekh Siti Jenar juga dianggap telah merusak ketentraman dan melanggar peraturan Kerajaan Demak. Atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa wali ke tempat Syekh Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan Desa Krendhasawa), untuk menghukum mati Syekh Siti Jenar pada 1506 M.
Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan kepada para dewan wali atau Wali Songo bahwa kelak pada suatu zaman akan ada kerbo bule mata kucing (orang bule) naik dari laut. Itulah menjadi tanda musibah kepada anak cucu masyarakat Indonesia.
Ajaran Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita anggap sebagai insiden di antara pemuka-pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M. Sebab ketika itu, lambat laun banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/ hakiki mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti.
Pengakuan Syekh Siti Jenar yang menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan membuat Wali Songo di Jawa menggelar sidang menyikapi ajaran Syekh Siti Jenar. Dalam sidang tersebut, Sembilan Wali sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar.