Gayatri Rajapatni Wafat, Raja Majapahit Hayawurung Gelar Perayaan Tujuh Hari 7 Malam
loading...
A
A
A
Kerajaan Majapahit menggelar perayaan besar-besaran, untuk memperingati wafatnya, Gayatri yang bergelar Rajapatni. Perayaan digelar saat masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, atas perintah ibunya Tribhuwana Tunggadewi.
Berdasarkan catatan Slamet Muljana, dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" , disebutkan bahwa perayaan besar-besaran untuk memperingati wafatnya Gayatri, digelar pada tahun 1284 Saka atau atau 1362 Masehi.
Saat itu Mahapatih Gajah Mada memerintahkan para menteri dan punggawa, supaya turut menyumbang untuk pelaksanaan pesta srada yang diadakan di bulan Badra tahun 1284 Saka. Seruan Gajah Mada itu disambut antusias oleh menteri dan pejabat Majapahit lainnya.
Seluruh pelukis dikerahkan untuk menghias tahta kerajaan, tempat baginda raja duduk di sitinggil. Para pandai sibuk mengetam baju makanan, bokor-bokoran, dan arca. Balai Witana di Manguntur, dihias dengan sangat indah, bagian barat terhias dengan janur merumbai, itulah tempat duduk para raja.
Bagian utara dan timur adalah tempat duduk para menteri, istrinya, pujangga, dan pendeta. Sedangkan bagian selatan adalah tempat duduk para abdi dalem keraton. Baginda Raja Hayam Wuruk sendiri duduk di Balai Witana di tengah Manguntur.
Upacara dimulai di hari pertama dengan pemujaan Buddha. Upacara itu dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu oleh empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Buddha oleh baginda raja. Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
Berdasarkan catatan Slamet Muljana, dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" , disebutkan bahwa perayaan besar-besaran untuk memperingati wafatnya Gayatri, digelar pada tahun 1284 Saka atau atau 1362 Masehi.
Saat itu Mahapatih Gajah Mada memerintahkan para menteri dan punggawa, supaya turut menyumbang untuk pelaksanaan pesta srada yang diadakan di bulan Badra tahun 1284 Saka. Seruan Gajah Mada itu disambut antusias oleh menteri dan pejabat Majapahit lainnya.
Seluruh pelukis dikerahkan untuk menghias tahta kerajaan, tempat baginda raja duduk di sitinggil. Para pandai sibuk mengetam baju makanan, bokor-bokoran, dan arca. Balai Witana di Manguntur, dihias dengan sangat indah, bagian barat terhias dengan janur merumbai, itulah tempat duduk para raja.
Bagian utara dan timur adalah tempat duduk para menteri, istrinya, pujangga, dan pendeta. Sedangkan bagian selatan adalah tempat duduk para abdi dalem keraton. Baginda Raja Hayam Wuruk sendiri duduk di Balai Witana di tengah Manguntur.
Upacara dimulai di hari pertama dengan pemujaan Buddha. Upacara itu dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu oleh empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Buddha oleh baginda raja. Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.