Kebiri Kimia hingga Hukuman Mati Menanti Herry Wirawan Pemerkosa Belasan Santriwati
loading...
A
A
A
Pertimbangan keempat, perbuatan terdakwa berpengaruh kepada psikologis dan emisional anak secara keseluruhan. Pertimbangan kelima, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa terus menerus dan sistematik.
"Bagaimana mulai merencanakan, mempengaruhi anak anak untuk mengikuti nafsu seks dan tidak mengenal waktu. Pagi, siang, sore, bahkan malam ketika anak-anak sedang istirahat," bebernya.
Pertimbangan keenam, terdakwa juga melakukan pemberatan karena memakai simbol agama dan pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi bagi terdakwa untuk melakukan niat jahat yang membuat korban terperdaya.
Pertimbangan ketujuh, perbuatan terdakwa menimbulkan dampak luar biasa dan keresahan sosial. Pertimbangan terakhir, tambah Asep, perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial di berbagai aspek.
"Maka dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," tegas Asep.
Selain hukuman mati, pihaknya juga meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas dan hukuman tindakan kebiri kimia. Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana Rp500 juta subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada korbam total Rp331.527 juta.
"Kami juga meminta hakim membekukan, mencabut, dan membubarkan Yayasan Manarul Huda, Madani Boarding School, dan Yayasan Manarul Huda serta merampas harta kekayaan terdakwa, baik tanah dan bangunan maupun pondok pesantren dan kekayaan terdakwa lainnya baik yang sudah disita dan belum untuk dilelang dan diserahkan kepada negara cq Pemprov Jabar," paparnya.
Seluruh harta kekayaan terdakwa yang disita tersebut nantinya akan digunakan untuk biaya sekolah dan keberlangsungan hidup santriwati-santriwati, termasuk anak-anak yang dilahirkannya akibat perbuatan biadab terdakwa.
"Bagaimana mulai merencanakan, mempengaruhi anak anak untuk mengikuti nafsu seks dan tidak mengenal waktu. Pagi, siang, sore, bahkan malam ketika anak-anak sedang istirahat," bebernya.
Pertimbangan keenam, terdakwa juga melakukan pemberatan karena memakai simbol agama dan pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi bagi terdakwa untuk melakukan niat jahat yang membuat korban terperdaya.
Pertimbangan ketujuh, perbuatan terdakwa menimbulkan dampak luar biasa dan keresahan sosial. Pertimbangan terakhir, tambah Asep, perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial di berbagai aspek.
"Maka dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," tegas Asep.
Selain hukuman mati, pihaknya juga meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas dan hukuman tindakan kebiri kimia. Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana Rp500 juta subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada korbam total Rp331.527 juta.
"Kami juga meminta hakim membekukan, mencabut, dan membubarkan Yayasan Manarul Huda, Madani Boarding School, dan Yayasan Manarul Huda serta merampas harta kekayaan terdakwa, baik tanah dan bangunan maupun pondok pesantren dan kekayaan terdakwa lainnya baik yang sudah disita dan belum untuk dilelang dan diserahkan kepada negara cq Pemprov Jabar," paparnya.
Seluruh harta kekayaan terdakwa yang disita tersebut nantinya akan digunakan untuk biaya sekolah dan keberlangsungan hidup santriwati-santriwati, termasuk anak-anak yang dilahirkannya akibat perbuatan biadab terdakwa.