Kopda Ahmad Terancam Pasal Pembunuhan Berencana 2 Sejoli Ini Kata Praktisi Hukum

Senin, 27 Desember 2021 - 18:11 WIB
loading...
Kopda Ahmad Terancam Pasal Pembunuhan Berencana 2 Sejoli Ini Kata Praktisi Hukum
Kopda Ahmad anggota Babinsa Karanganyar Kodim Demak terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana karena ikut membuang mayat dua sejoli Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu di Cilacap. Foto Ist
A A A
DEMAK - Dua sejoli Handi Saputra (16) dan Salsabila (14) usai tabrak lari di Nagreg, Jabar dibuang dan mayatnya baru ditemukan empat hari kemudian di aliran Sungai Serayu, Cilacap, Jateng. Saat ini tiga orang oknum TNI AD telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Ketiga oknum anggota TNI-AD itu, yakni Kolonel Inf Priyanto, Koptu Andreas Dwi Atmoko, dan Kopda A alias Ahmad. Ketiganya terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal seumur hidup penjara.



Terkait Pasal 340 KUHPidana yang disangkakan kepada Kopda Ahmad, Praktisi hukum Ricky Vinando justru berkata sebaliknya. Menurutnya, tersangka Kopda Ahmad tidak terlibat untuk pembunuhan berencana karena kasus kecelakaan di Nagreg murni karena kecelakaan lalu lintas sebab korban Handi dan Salsabila justru terlempar ke bawah mobil yang memuat tiga oknum TNI-AD. Terlempar setelah nabrak bagian belakang mobil truk.

"Lagi pula apa untungnya tersangka Kopda Amelakukan pembunuhan berencana? Tak ada untungnya, justru sekarang Kopda A terancam dipecat dari kedinasan militer. Apa motif dan tujuan Kopda A melakukan pembunuhan berencana? Kan tidak ada. Sementara pembunuhan berencana kan harus jelas motif dan tujuannya. Misalnya melenyapkan nyawa tujuannya untuk mengurangi persaingan bisnis atau masalah percintaan. Pasal 338 KUHPidana juga tak tepat disangkakan kepada Kopda A karena dia buang mayat karena terpaksa", kata Ricky Vinando dalam keterangannya, Senin (27/12/2021)

Ricky menambahkan, tudingan bahwa Kopda A terlibat pembunuhan berencana benar-benar berlebihan. Dan tentang dua korban yang dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah yang jaraknya lebih dari 200 KM dari TKP, Kopda A awalnya telah menyampaikan saran kepada Kolonel P agar membawa dua korban ke rumah sakit atau puskesmas, namun itu diabaikan Kolonel P dan justru Kolonel P ambilalih kemudi mobil.

"Kopda A tak bisa melarang, melawan apalagi menentang perintah Kolonel P soal perintah bantu buang korban, karena secara pangkat tak mungkin mengatur-ngatur dan menentang perintah dari yang pangkatnya lebih tinggi. Kopda A hanya disuruh Kolonel P supaya membantu membuang kedua korban ke sungai dari atas jembatan. Jadi Kopda A sama sekali tak ada niat apapun. Kopda A membantu membuang dua korban karena takut sama perintah Kolonel P sehingga dengan sangat terpaksa Kopda A hanya menuruti dan menjalankan perintah Kolonel P. Kan secara pangkat Kopda A masih kalah tinggi dari Kolonel P," kata Ricky



"Jadi hanya menuruti perintah Kolonel P. Menjalani perintah saja. Kopda A tak berani melawan. Terlebih lagi bukan Kopda A yang mengendarai mobil ke arah jembatan yang bawahnya ada sungai karena kemudi sudah diambilalih. Sehingga sangat tidak mungkin Kopda A melawan kekuasaan dan kekuatan yang lebih besar yaitu Kolonel P. Jadi seharusnya Kopda A ini tak bisa dihukum karena dia tak bisa melawan apalagi menentang atau membangkang dari perintah Kolonel P yang dari kepangkatan di TNI-AD, itu kan lebih tinggi dari Kopda A. Tak bisa melawan kekuatan dan kekuasaan yang lebih besar. Posisi Kopda A lebih lemah daripada Kolonel P. Jadi, Pasal 48 KUHPidana harus dijadikan senjata membela Kopda A dalam sidang nanti karena ada celah disitu," .

Pasal 48 KUHP, dinyatakan bahwa: “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana,”
(sms)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4536 seconds (0.1#10.140)