Hari Kemerdekaan, Melihat Para Milenial Tulungagung Tekuni Gerakan Rakyat Bantu Rakyat

Minggu, 15 Agustus 2021 - 12:17 WIB
loading...
A A A
Terutama soal imbas pandemi COVID-19. Sampai suatu ketika muncul premis yang terucap : negara memang tengah melindungi rakyat dari bahaya COVID-19. Tapi negara lupa, kelaparan juga bisa membunuh rakyat. "Kami bersepakat untuk melakukan kegiatan sosial sama-sama. Karena kalau sendirian jelas tidak kuat," terang Suhita.

Kedai kopi tempat berkumpul berbagai komunitas tersebut, milik Pendik Herlambang (29). Melihat kegelisahan para milienial, Pendik yang juga penghobi motor, spontan berinisiatif membuat grup WA. Yang bergabung tidak hanya komunitas sepeda motor.

Baca juga: Darah Tertumpah di Bandung Utara, Kisah Kegelisahan Trio Sersan saat Diminta Melucuti Senjata

Ada juga pemilik kedai kopi lain. Kemudian seniman, pendekar perguruan silat, aktivis mahasiswa, pelajar, termasuk para pelanggan kopi, juga turut bergabung. "Nama grup WA nya Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab," kata Pendik yang duduk di sebelah Suhita.

Sebagai pedagang kedai kopi, Pendik merasakan sendiri betapa "jahatnya" dampak PPKM Darurat. Usaha kecilnya megap-megap. Penjualan kopi yang dulunya bisa ratusan cangkir per hari, kini tinggal tersisa sepuluh cangkir. Namun dibanding teman-temanya, Pendik masih bisa bersyukur.

Di kalangan seniman, ia melihat banyak teman-temanya yang kehilangan job dan memutuskan beralih profesi. Apa saja dilakukan asal bisa bertahan hidup. Ada yang menjadi buruh tani. Ojek online. Kuli bangunan. "Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Kita boleh takut pandemi, tapi jangan sampai hilang hati nurani," katanya.

Koko Thole, seorang pekerja seni yang lama melanglang di Jakarta dan pada tahun 2010 pulang ke Tulungagung, juga berada di dalam grup Sila Kedua. Koko aktif di komunitas All Star Tulungagung. Isinya macam-macam. Mulai para penghobi motor, seniman musik, teater sampai aktivis kampus.

Di komunitas, Koko dianggap paling senior sekaligus kaya pengalaman. Koko berfikir, gerakan sosial harus nyata. Hantaman pandemi terhadap ekonomi kerakyatan tidak cukup dijawab dengan himbauan sabar dan sabar. "Di grup WA, saya kemudian mencoba memancing dengan cara lama. Yakni patungan," kata Koko.

Berawal dari pancingan uang 15 ribu hasil patungan tiga orang, dalam sekejap mengalirkan donasi. Pada bulan Juli saja, uang yang masuk ke dalam rekening mencapai Rp 16 juta lebih. Melalui warung kopi atau offline, masuk donasi Rp 3,6 juta lebih. Total uang yang terkumpul selama PPKM Rp 20 juta lebih.

Sejumlah petani petani di wilayah Kecamatan Pucanglaban, bersimpati dengan gerakan anak-anak muda ini. Karena yang dimiliki adalah kebun pisang, para petani ikut menyumbang buah pisang sebanyak satu pikap. Saat diuangkan nominalnya Rp 1,4 juta. Belum lagi warga yang menyumbang beras.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5059 seconds (0.1#10.140)