Hari Kemerdekaan, Melihat Para Milenial Tulungagung Tekuni Gerakan Rakyat Bantu Rakyat

Minggu, 15 Agustus 2021 - 12:17 WIB
loading...
A A A
"Konsep kita betul-betul rakyat bantu rakyat. Tidak ada bantuan dari negara," katanya. Setiap donasi yang masuk langsung diumumkan secara terbuka dalam grup WA. Secara otomatis anggota grup yang berjumlah 213 orang tersebut berperan sebagai donatur sekaligus pengawas.

Dari dana yang terkumpul, para anak muda milenial itu mereka membeli nasi bungkus di warung-warung kecil. Agar merata, di setiap warung belanja dibatasi maksimal 20 bungkus. Nasi bungkus yang terkumpul, kemudian dibagi-bagikan kepada warga yang membutuhkan.

Aksi yang bernama razia perut lapar tersebut berlangsung rutin dua kali dalam seminggu. Ada dua kelompok sosial yang menjadi sasaran. Pedagang makanan dan minuman kecil, serta para pekerja jalanan. Yakni seperti tukang becak, satpam, penjaga palang pintu kereta hingga tuna wisma.

"Gerakan razia perut lapar sebenarnya sudah lama. Dulu seminggu satu kali. Dengan adanya PPKM ini menjadi dua kali," jelas Koko. Pada peringatan 17 Agustus mendatang, komunitas milenial ini telah menyiapkan bantuan beras kemerdekaan. Seluruh sisa donasi akan difokuskan ke sana.

Sebelum seluruh dana diserap, untuk sementara komunitas tidak menerima donasi. Sekitar 200-an paket beras akan disiapkan. Setiap paketnya akan berisi tiga kilogram beras premium. Sasarannya mulai petani, pedagang kecil, janda miskin, yatim piatu serta tuna wisma.

"Kalau dulu setiap hari kemerdekaan, kami juga menggelar upacara 17 Agustusan sendiri. Namun saat ini masih pandemi," kata Koko. Menurut Koko, untuk data sasaran penerima bantuan, komunitas melakukan pendataan sendiri. Caranya dengan mengecek tetangga di lingkungan terdekat masing-masing anggota komunitas.

Setiap data diverifikasi secara ketat. Komunitas tidak tertarik menggunakan data dari negara. Dalam data yang dimiliki desa, mereka melihat masih banyak orang yang tidak tepat sasaran ikut menerima. Koko juga mengatakan, gerakan sosial ini akan terus ada, dan optimis semakin besar. Tidak hanya di Tulungagung. Saat ini mereka telah berjejaring dengan komunitas serupa di luar kota.

Sebut saja Ponorogo, Madiun, Kediri, Blitar, Mojokerto, Malang dan Surabaya. Koko tidak peduli dikatakan gerakan yang mereka lakukan adalah sindiran kepada negara. Berkali-kali didekati aparat negara dengan maksud hendak ikut berdonasi, mereka juga menolaknya. "Karena kami memang sedang menyindir negara. Menyindir dengan cara produktif," pungkasnya.
(msd)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2160 seconds (0.1#10.140)