Sindir PPKM Level 4, Masyarakat Tulungagung Gelar Razia Perut Lapar

Kamis, 05 Agustus 2021 - 21:18 WIB
loading...
A A A
Termasuk tidak sedikit yang menganggur karena tertutupnya peluang. "Kalau saya lebih menekuni kedai kopi atau kafe," kata Koko yang sebelum pandemi dikenal sebagai EO acara-acara yang mendatangkan massa besar. Di sektor warung kopi kondisinya juga tidak jauh beda. Usaha warung kopi, kedai atau kafe juga tidak bisa diandalkan.

Di malam hari, seluruh pedagang malam di Tulungagung maksimal hanya boleh buka hingga pukul 20.00 WIB. Bila kedapatan melanggar , akan ditutup paksa. Mulai pukul 20.00 WIB, lampu penerangan jalan umum, juga dimatikan. Sehari ada yang beli sepuluh cangkir kopi saja, kata Koko sudah untung.

Mereka merasa telah dimiskinkan secara sistematis. Kendati demikian, orang-orang yang tergabung dalam komunitas ini melihat, masih banyak kelompok sosial yang kondisinya lebih parah. Kelompok miskin kota yang harusnya menjadi tugas negara untuk membantu.



Dari situ, kata Koko kemudian terbit gagasan menggalang dana bantuan yang berkonsep "Rakyat Bantu Rakyat". Selain bertujuan membantu, gerakan Razia Perut Lapar juga terang-terangan menyindir absennya negara dalam melaksanakan pasal 34 UUD 1945. "Dari situ kami kemudian melakukan patungan dana seadanya. Dan ini bentuk perlawanan rakyat," kata Koko.

Diawali tiga orang. Yakni Koko, Pendik Herlambang dan satu teman dekat lainnya. Masing-masing merogoh uang receh Rp5000-an, sesuai harga satu nasi bungkus. Menurut Pendik, melalui platform digital, gagasan Razia Perut Lapar kemudian disosialisasikan. Tidak hanya di komunitas seniman, pekerja kreatif, dan klub sepeda motor.

Tapi juga kepada para pemilik kedai kopi , warung kopi dan kafe. Pendik sendiri berlatar sebagai pemilik kedai kopi kecil di Kepatihan, Kota Tulungagung. "Dalam waktu dua minggu terkumpul uang kurang lebih Rp9 juta dan beras sebanyak empat kuintal," kata Pendik. "Razia" langsung dilakukan.



Warung-warung penjual makanan dan minuman didatangi. Di setiap warung, mereka maksimal berbelanja 20 bungkus nasi yang kemudian bersama-sama dengan motor, mobil pikap dibagi-bagikan kepada warga. Komunitas gerakan mengalokasikan anggaran Rp750 ribu-800 ribu untuk sekali aksi, yang dilakukan seminggu dua kali.

Komunitas juga mendirikan dapur umum untuk memasak bahan-bahan makanan mentah yang berasal dari donasi. Menurut Pendik, sebagian besar warga merasa berterima kasih saat mendapat uluran nasi bungkus atau paket beras. Kendati demikian ada juga yang menolak karena khawatir terpapar COVID-19.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2395 seconds (0.1#10.140)