Setengah Juta Debitur di Jabar Ajukan Relaksasi Kredit Rp32 Triliun

Selasa, 19 Mei 2020 - 17:45 WIB
loading...
Setengah Juta Debitur di Jabar Ajukan Relaksasi Kredit Rp32 Triliun
Foto/ilustrasi.ist
A A A
BANDUNG - Sekitar 519.500 debitur dengan total nilai pembiayaan sekitar Rp32 triliun mengajukan restrukturisasi atau relaksasi kredit . Jumlah tersebut diperkirakan bakal terus bertambah seiring makin banyaknya sektor yang terdampak pandemi virus Corona (COVID-19).

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 2 Jawa Barat Triana Gunawan mengatakan, jumlah debitur mengajukan restrukturisasi pembiayaan terus bertambah. Padahal yang telah disetujui per Mei 2020 mencapai Rp29,5 triliun.

"Semua orang merasa eligible sehingga banyak yang mengajukan restrukturisasi kredit. Ini menghambat proses yang semestinya lebih cepat bagi mereka yang betul-betul teredampak," kata Triana, Selasa (19/5/2020).

(Baca: Dana Restrukturisasi Kredit UMKM Disiapkan Mencapai Rp87,59 Triliun)

Dia menjelaskan, tak semua pengajuan restrukturisasi kredit disetujui. OJK mencatat sampai 15 Mei 2020 ada sekitar 1.410 debitur yang ditolak perbankan, lembaga pembiayaan, dan penyedia jasa keuangan lainnya. Nilai pengajuan yang ditolak mencapai Rp41,13 miliar.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa COVID-19 kemungkinan akan berpengaruh besar pada risiko kredit, terutama UMKM dalam membayar kewajiban. Selain itu juga akan terjadi sentimen pasar serta risiko likuiditas sebagai dampak tekanan yang diakibatkan kekhawatiran pasar

"Kami OJK merekomendasikan agar penyedia jasa keuangan melakukan strategi seperti penerapan digital transacsion, mitigasi risiko, dan fokus pada industri prospektif," beber dia.

Dia optimistis, semester 2 /2020 ekonomi Jabar akan membaik, seiring masih optimistisnya harga saham yang akan membaik, pertumbuhan kredit merangkak naik. Kodnisi perbankan juga masih kuat.

(Baca: Ancam UMKM, Pendirian Minimarket di Majalengka Dievaluasi)

Pengamat Ekonomi dari Unpas Acuviarta Kartabi mengatakan, sektor yang paling terdampak adalah industri dan akomodasi seperti perhotelan. Aktivtas mereka nyaris terhenti yang menyebabkan terjadinya PHK. Dipekrikan hinga kini ada 80.000 orang kehilangan mata pencahariannya. Sehingga dalam jangka menengah, hal itu bisa berdampak pada konsumsi.

"Tapi saya prediksi sektor jasa keuangan dan asuransi nanti bisa survive. Karena saat pandemi seperti ini, kemungkinan akan menimbulkan peluang baru. Jadi masih optimis," beber dia.

Walaupun, perlu diantisipasi kondisi new normal. di mana ekonomi akan bergerak melambat, pendapatan pemerintah turun, harga akan bergerak pada keseimbangan baru. Namun UMKM akan menyagga pendapatan dan daya beli.

"Saya berharap pandemi ini bisa segera selesia. Sehingga ekonomi bisa kembali tumbuh positif. Kita tidak bisa perkirakan secara tepat, karena situasi seperti ini. Tidak ada kepastian pendapatan rumah tangga dan invetasi," imbuh dia.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1863 seconds (0.1#10.140)