Membangun Lumbung, Menolak Limbung di Tengah Pandemi

Kamis, 31 Desember 2020 - 16:47 WIB
loading...
Membangun Lumbung, Menolak Limbung di Tengah Pandemi
Rizki Hamdani mengajak ratusan santri milenial untuk mengembangkan pertanian terintegrasi. Foto/Ist
A A A
JOMBANG - Pandemi COVID-19 memberikan dampak dan efek domino yang besar bagi masyarakat. Di tengah kesulitan itu, berbagai dinamo pengerak menjadi ruang pertahanan untuk membangun lumbung perekonomian sebagai benteng serangan COVID-19.

(Baca juga: Kemenpora Dorong Santri Berwirausaha lewat Pesantrenpreneur )

Ketahanan pangan akan menjadi kunci di tengah era kebiasaan baru. Kelompok masyarakat yang mampu mandiri dan menerapkan protokol kesehatan sehari-hari akan menjadi pemenang dalam melawan sebaran virus COVID-19.

Para santri di Pondok Pesantren Fathul Ulum, Desa Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang memahami kalau mereka merupakan kelompok rentan yang bisa terpapar COVID-19. Protokol kesehatan pun diterapkan sembari menjaga kemandirian mereka untuk terus produktif di tengah pandemi.

Matahari belum sepenggalah ketika Rizki Hamdani (34) selesai memetik cabai dan tomat. Peluh masih di keningnya, tangannya masih terampil menata satu per satu tomat yang sudah berwarna merah dan dibantu para santri . Saat keranjang datang, mereka memasukan semua hasil panen.

(Baca juga: FPI Dibubarkan Jelang Tahun Baru 2021, Sepanduk Dukungan Bertebaran di Rembang )

Belum semua tomat dan cabai masuk ke keranjang, suara sapi yang mengelegar sudah memanggil. Tak jauh dari kebun tomat berdiri kandang sapi yang ukurannya besar. Beberapa santri masih meracik pakan ketika Rizki datang. Mereka memasukan ke dalam wadah berukuran raksasa berbagai jenis rumput serta tambahan pakan dari daun tumbuhan yang ditanam di area pesantren.

"Semua ini konsep tani modern , para santri juga anak-anak milenial yang tak hanya bertani tomat saja, tapi juga ada peternakan dan perikanan," kata Rizki, Kamis (31/12/2020).

Burung Kutilang masih bersahutan ketika Rizki menyusuri lahan seluas 2,5 hektar. Hamparan kebun yang juga ditanam terong, jagung, kubis, kacang tanah sampai kentang. Diujung lahan juga terdapat empat kolam lele berukuran besar yang siap untuk dipanen.



Para santri sudah memenuhi masjid ketika adzan Subuh berkumandang. Di Ponpes Fathul Ulum, selepas Salat Subuh berjamaah, para santri menjalani ngaji rutin bersamaan dengan embun yang merayap di daun-daun. Selesai mengaji, para santri langsung bergegas ke ladang untuk memberi makan hewan ternak dan tanaman .

Rizki sudah membersihkan tempat penampungan air ketika para santri berdatangan. Mereka merupakan santri di ponpes yang memiliki keinginan besar untuk berkembang, tergabung dalam Kelompok Santri Tani Milenial (KSTM) yang dibentuk oleh Rizki.

Di pagi yang teduh, para santri langsung menuju pematang untuk segera meracik makanan lele. Membersihkan kandang sapi, kambing serta menyiram air ke area tomat dan cabai. Mereka menolak untuk tunduk pada COVID-19 dan memilih jalan mandiri menjadi petani milenial.

(Baca juga: Lagi Asyik Tegak Miras, Wanita-wanita Seksi di Kafe Holywings Gold Kaget Dibubarkan Satpol PP)

Rizki menuturkan, kehadiran KSTM menjawab kebutuhan kemandirian masyarakat, termasuk di pesantren. Awalnya dirinya hanya menjelaskan tentang konsep kemandirian di pesantren pada salah satu pengasuh Ponpes Fathul Ulum Kyai Ahmad Habibul Amin.

Banyak orang yang memandang sebelah mata konsep bertani . Padahal, melalui pertanian itu pundi rejeki bermunculan. Kelindan alam dan keinginan yang kuat membawanya untuk terus mengubah berbagai pola baru dalam bertani.

Seperti kepingan puzzle, Rizki pun memberikan pembelajaran tentang cara ternak lele, sapi, maupun budidaya tomat dan cabai. Pertemuannya dengan para santri membawanya melangkah jauh untuk bisa mengembangkan lahan pertanian yang lebih maju dan modern.

(Baca juga: Jelang 2021 FPI Dibubarkan Pemerintah, Karangan Bunga Bertebaran di Kota Bandung )

Kyai Amin pun menjadi kepingan yang selama ini dicari Rizki. Ada kesamaan tujuan yang membawa mereka menaklukan lahan yang tandus menjadi bernilai guna lebih. Konsep santripreneur pun menjadi ujung tombak dalam mengembangkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi. Tentu dengan produk yang dihasilkan dari lahan di dekat pondok pesantren.

"Orang tak lagi beranggapan kalau santri ahli agama saja, tapi juga bisa berkarya dan membangun kemandirian sejak usia muda," katanya.

Di pematang menjelang petang, para santri masih berdendang di antara tanaman. Mereka melantunkan sholawat sambil menyiram tanaman dan memetik buah. Mereka juga tak lelah untuk membersihkan kandang sapi dan membagi air ke kolam lele. "Para santri kini yang menciptakan pekerjaan, tidak lagi mencari pekerjaan," ucapnya.

(Baca juga: Terjerat Korupsi, Mantan Kadinkes Berwajah Cantik Dipenjara 4 Tahun )

Dari kejauhan cabai yang sudah mulai memerah, terong ungu terhambar di kejauhan ilalang, dan jagung tumbuh begitu tinggi di lahan seluas 2,5 hektar. Saat matahari tepat di atas kepala dan kumandang adzan mengalun dengan renyah, para santri berhenti dan segera mencuci tangan untuk segera ke masjid untuk berjamaah.

Para santri yang masih berusia milenial benar-benar menjadi faktor pendukung keberhasilanya dalam menerapkan teknologi. Rizki menyambut era Society 5.0 yang mengedepankan pengendalian teknologi dalam mendukung aktifitas sehari-hari, termasuk bertani.

Melalui jalan pertanian dan peternakan yang ditempuh bersama para santri , Rizki Hamdani diganjar sebagai salah satu penerima penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award 2020 dalam bidang lingkungan.

(Baca juga: Asyik Mesum di Hotel dan Rumah Kos, 2 Pria dan 2 Wanita Tanpa Baju Diciduk Polisi )

Baginya, pertanian terpadu memang menjadi tulang punggung dirinya bersama para santri untuk menjawab hasil panen yang bermutu dan stabil. “Tidak ada yang terbuang, semua kami fungsikan, termasuk pakan ternak dari hasil olahan sendiri,” jelasnya.

Bahkan, katanya, kotoran bebek, sapi, maupun kambing tidak dibuang menjadi limbah. Ia menjadikan kotoran itu sebagai bagian dari media perkembangan cacing dan maggot. Kreatifitas itu membuahkan hasil ketika cacing dan maggot tumbuh besar dan bisa dijadikan pakan ikan. Penghematan pun terjadi serta bisa menambah pundi rejeki.

Tanaman yang dikembangkan para santri juga menghindari bahan kimia. Melalui pengembangan media cacing dan maggot diolah menjadi pupuk. Hasilnya bisa mempercepat pertumbuhan tanaman. "Tak ada yang terbuang, bisa jadi pupuk dan kembali dipakai untuk pertumbuhan tanaman," sambungnya.

(Baca juga: Malam Tahun Baru 2021, 9 Akses Jalan Tutup Total dan Alun-alun Kota Blitar Steril )

Di ujung lahan aliran air masih terdengar riuh. Pemanfaatan air memang dikelola dengan baik tanpa harus boros dan terbuang percuma. Sistem pengelolaan air di kolam ikan bisa juga dipakai untuk menyiram tanaman, terutama di musim kemarau.

Untuk pakan ternak sapi dan kambing, lanjutnya, ia juga memanfaatkan daun dari tanaman yang berwarna hijau. Ia tak perlu mencari pakan ternak sampai ke luar area pesantren. Pengelolaan tanaman dan limbahnya bisa dimanfaatkan dengan baik. "Pupuk bisa buat sendiri dan pakan ternak juga mengolah sendiri. Ini pertanian terintegrasi," jelasnya.

Rizki juga memahami betul bagaimana cara menjaga stabilitas produksi dan penjualan yang stabil. Marketing digital dikembangkan serta pasokan produk yang tak pernah putus akan menentukan hasil akhir.

(Baca juga: Muladi Wafat, UNDIP Dibalut Duka Kehilangan Sosok Guru Besar Pakar Hukum )

Pemberdayaan pun dilakukan untuk agen penjualan. Optimalisasi koperasi pondok pesantren menjadi simpul yang dipakai dalam menata penjualan. Klaster penjualan dibagi menjadi empat bidang mulai dari produk peternakan, pertanian, perikanan , dan lingkungan.

Pasokan daging bebek, sapi, kambing, lele serta beragam sayur dan tanaman selalu disediakan. Penjualannya pun tetap menjaga sisi segar dan sehat. Perjalanan tomat, cabai, wortel, terong dan lele masih segar ketika diterima oleh warga.

Di tengah pandemi, para santri masih bisa bernafas lega dengan keberhasilan mereka menjadi petani milenial. Mereka tak lagi bergantung dari kiriman uang dari orang tua di kampung halaman. Sedikit meringankan beban orang tua santri di masa-masa sulit saat pandemi.

(Baca juga: 2 Mobil Adu Banteng di Jalur Palopo-Makassar, 2 Korban Tewas Seketika )

Para santri yang tergabung dalam KSTM bermufakat untuk membagi hasil dari penjualan. Mereka yang mengelola lahan dapat 35 persen, bagian pondok pesantren 25 persen. Pembagian lainnya diberikan pada pemodal yang mendapatkan 30 persen. Sisanya sebanyak 10 persen diberikan untuk infak dan shodaqoh.

Ketua KSTM Ponpes Fathul Ulum Hairul Ashab menuturkan, sejak dini melalui KSTM para santri diberikan bekal untuk mandiri. Melalui kemandirian itu, maka kemampuan para santri melengkapi bidang keagamaan yang diserap. " Bertani maupun beternak bisa menjadi peluang bagi para santri untuk berkembang, jadi bekal hidupnya kelak tentunya," jelasnya.

Kera keras tak akan menghianati hasil, Rizki meyakini itu bersama ratusan santri milenial yang kini menembus batas kebiasaan. Keberhasilan pertanian terpadu serta terintegrasi tak hanya dikembangkan di Ponpes Fathul Ulum, langkahnya bersama santri milenial itu sudah menjadi role model di berbagai tempat lainnya di Kabupaten Jombang.

(Baca juga: 6 WNI yang Jadi ABK di Kapal Ikan RRT Dijemput Kemenlu di Perairan Batam )

Tercatat, setidaknya ada 40 KSTM yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Jombang. Replikasi KSTM tak hanya berada di pondok pesantren, tetapi juga dikembangkan sayapnya ke sektor alumni pondok pesantren yang tersebar di berbagai kampung halaman mereka.

Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 800 santri dan alumni pondok pesantren yang tergabung dan berdaya melalui program ini. Mereka kini menjadi mercusuar baru perekonomian serta membangun lumbung ekonomi di tengah pandemi.

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menuturkan, santri preneur akan menopang perekonomian di Jatim. Dengan pengembangan sejak dini, mereka bisa mencetak seribu produk unggulan pesantren.

(Baca juga: Tak Peduli Dialiri Listrik Tegangan Tinggi, Sindikat Maling Ini Nekat Sikat Kabel PLN )

Sejak dini, katanya, para santri sudah memperoleh skill yang bisa menjadi bekal mereka untuk berkreasi. Pihaknya juga akan fokus pada pemberdayaan alumni pesantren yang tersebar di berbagai daerah. Nantinya, para alumni pondok pesantren ini akan disinergikan dengan masyarakat. "Caranya melalui inovasi sosial berbasis digital teknologi yang menggunakan inovasi secara masif," jelasnya.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2003 seconds (0.1#10.140)