Hari Ini Jerinx Divonis Kasus 'IDI Kacung WHO', ICJR: Dakwaan Tidak Cermat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengirim Amicus Curie (sahabat pengadilan) kepada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, terkait terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx . ICJR meminta majelis hakim berhati-hati dalam memutuskan perkara ini. (Baca juga: Jelang Debat Pilkada Kalteng di iNews TV, Sugianto Sabran Positif COVID-19 )
Jaksa menilai pernyataan Jerinx , "IDI Kacung WHO" telah meresahkan masyarakat dan menghina profesi dokter. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu mengatakan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang obyek kritik Jerinx merupakan organisasi keahlian.
"Terlalu jauh untuk dihubungkan dengan golongan penduduk. Atau dipersamakan dengan agama, suku, dan ras, yang dilindungi pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," ujarnya dalam keterangan tertulis, kamis (19/11/2020).
Dia menerangkan, Jerinx itu musisi yang juga aktif menyampaikan aspirasi masyarakat. Jerinx , menurut Erasmus, vokal menyambung suara masyarakat yang tidak didengar oleh penguasa. (Baca juga: Projo Merapat, Elemen Pendukung Eri Cahyadi di Pilwali Surabaya Kian Kuat )
"Tidak hanya kritik. Namun, ia juga melakukan kegiatan sosial berupa bagi-bagi pangan sejak Mei 2020 hingga sekarang. Bahkan, pada saat Jerinx ditahan sekalipun kegiatan itu masih terus berjalan," tuturnya.
Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, Erasmus menjelaskan Jerinx mengkritik mengenai tata kelola penanganan COVID-19 , terutama rapid tes.
Padahal banyak ahli yang menyatakan rapid tes itu yang dijadikan syarat administrasi pada berbagai bidang kadang membuat masyarakat sulit mengakses layanan publik. ICJR memberi contoh, ibu hamil yang akan menjalani proses persalinan harus menambah biaya rapid tes.
Itu tentu membebani untuk masyarakat kelas bawah. Apalagi akurasi rapid tes dipertanyakan masyarakat. Sebab yang orang reaktif belum tentu positif COVID-19 . Begitu juga sebaliknya.
Erasmus mengungkapkan ada bayi dalam kandungan yang meninggal karena terlambat ditangani. Hal itu disebabkan adanya kewajiban tes COVID-19 . (Baca juga: 2 Kurir Dibekuk Saat Selundupkan 2.297 Butir Pil Happy Five dan 26 Kg Ganja )
Berdasarkan penjabaran di atas, ICJR menilai dengan logika penuntut umum akan timbul pertanyaan orang yang mengkritik sebuah organisasi bisa dinilai sebagai ujaran kebencian. Erasmus meminta hakim meluruskan kembali logika fatalistic dari penuntut umum tersebut.
"ICJR sebagai amici menyimpulkan dakwaan penuntut umum tidak cermat dan seharusnya gugur. Dalam tataran pokok perkara sekalipun, perbuatan yang dilakukan Jerinx tidak memenuhi unsur yang dituntut," pungkasnya.
Jaksa menilai pernyataan Jerinx , "IDI Kacung WHO" telah meresahkan masyarakat dan menghina profesi dokter. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu mengatakan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang obyek kritik Jerinx merupakan organisasi keahlian.
"Terlalu jauh untuk dihubungkan dengan golongan penduduk. Atau dipersamakan dengan agama, suku, dan ras, yang dilindungi pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," ujarnya dalam keterangan tertulis, kamis (19/11/2020).
Dia menerangkan, Jerinx itu musisi yang juga aktif menyampaikan aspirasi masyarakat. Jerinx , menurut Erasmus, vokal menyambung suara masyarakat yang tidak didengar oleh penguasa. (Baca juga: Projo Merapat, Elemen Pendukung Eri Cahyadi di Pilwali Surabaya Kian Kuat )
"Tidak hanya kritik. Namun, ia juga melakukan kegiatan sosial berupa bagi-bagi pangan sejak Mei 2020 hingga sekarang. Bahkan, pada saat Jerinx ditahan sekalipun kegiatan itu masih terus berjalan," tuturnya.
Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, Erasmus menjelaskan Jerinx mengkritik mengenai tata kelola penanganan COVID-19 , terutama rapid tes.
Padahal banyak ahli yang menyatakan rapid tes itu yang dijadikan syarat administrasi pada berbagai bidang kadang membuat masyarakat sulit mengakses layanan publik. ICJR memberi contoh, ibu hamil yang akan menjalani proses persalinan harus menambah biaya rapid tes.
Itu tentu membebani untuk masyarakat kelas bawah. Apalagi akurasi rapid tes dipertanyakan masyarakat. Sebab yang orang reaktif belum tentu positif COVID-19 . Begitu juga sebaliknya.
Erasmus mengungkapkan ada bayi dalam kandungan yang meninggal karena terlambat ditangani. Hal itu disebabkan adanya kewajiban tes COVID-19 . (Baca juga: 2 Kurir Dibekuk Saat Selundupkan 2.297 Butir Pil Happy Five dan 26 Kg Ganja )
Berdasarkan penjabaran di atas, ICJR menilai dengan logika penuntut umum akan timbul pertanyaan orang yang mengkritik sebuah organisasi bisa dinilai sebagai ujaran kebencian. Erasmus meminta hakim meluruskan kembali logika fatalistic dari penuntut umum tersebut.
"ICJR sebagai amici menyimpulkan dakwaan penuntut umum tidak cermat dan seharusnya gugur. Dalam tataran pokok perkara sekalipun, perbuatan yang dilakukan Jerinx tidak memenuhi unsur yang dituntut," pungkasnya.
(eyt)