Kisah Mbah Harjo Suwito, Pengungsi Gunung Merapi Tertua yang Pernah Ikut Romusha

Rabu, 11 November 2020 - 20:19 WIB
loading...
Kisah Mbah Harjo Suwito, Pengungsi Gunung Merapi Tertua yang Pernah Ikut Romusha
Pengungsi tertua Harjo Suwito alias Pardin, warga Kalitengah Lor, Glagaharo, Cangkringan saat berada di barak pengungsian, Rabu (11/11/2020). Foto/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
SLEMAN - Suasana sepi menyergap saat memasuki barak pengungsi Gunung Merapi di Glagaharjo, Cangkringan, Sleman , DIY, Rabu (11/11/2020). Di depan barak sisi selatan dan utara terlihat beberapa orang pengungsi lanjut usia (lansia) sedang duduk.

Sementara pengungsi lainnya sedang beristirahat di dalam bilik sekat yang ada di dalam barak. Sebagian lagi pergi mencari rumput untuk pakan ternak sapi mereka. (Baca juga: Sehari di Penampungan, Pengungsi Gunung Merapi Mulai Pegal Linu)

Satu dari pengungsi lansia yang duduk di depan barak sisi selatan, adalah Harjo Suwito, yang usianya lebih dari satu abad. Meski begitu optimisme dan semangat terpancar terpancar dari wajahnya. (Baca juga: Vila Bule Australia di Bali Digerebek, Produksi Cairan Daun Kratom)

Bahkan terlihat tidak ada beban di pengungsian. Di sela-sela duduk santai bersama sesama pengungsi lainnya, tangannya terlihat membuka bungkusan plastik yang berisi tembakau, wur dan kertas rokok.

Perlahan-lahan tangannya mengambil tembakau dan meletakkannya di kertas rokok. Setelah dirasa cukup, tangan kanannya mengambil wur yang ditarus di plastik kecil. Wur pun ditaburkan di atas tembakau. Wur ini sebagai pelengkap tembakau untuk dibuat gulungan rokok.

Setelah racikan dinilai pas, selanjutnya kedua tanganyna mulai mengulung kertas tembakau untuk dijadikan gulungan rokok. “Ya beginilah kegiatan kami di pengungsian ini, duduk di depan barak, jika sudah lelah ke bilik beristirahat,” kata Harjo Suwito yang nama kecilnya Pardin.

Mbah Harjo mengaku selama mengungsi di barak tidak ada masalah, termasuk tidak ada gangguan kesehatan. Apalagi sudah setahun ini tidak kuat lagi berjalan jauh, sehingga sehari-harinya hanya di rumah saja. Sebelumnya saat masih sehat, kegiatan seharinya mencari rumput untuk makanan ternak sapinya. Saat ini Harjo memiliki dua ternak sapi. “Saat ini saya kalau berjalan harus pakai tongkat. Yang mencari rumput anak saya,” terangnya.

Mengungsi di barak, bukan yang pertama bagi Mbah Harjo. Sebab sebelumnya saat erupsi Merapi juga mengungsi di barak. Namun ia lupa sudah berapa kali mengungsi di barak. Ia sendiri mengungsi bersama istrinya Parmikem, yang usianya juga sudah satu abad.

Dia bersama istrinya menempati bilik 22. Pasangan tersebut memiliki 4 anak laki-laki. Dari jumlah itu 3 anak laki-lakinya berada di luar daerah, dan tinggal seorang anak yang masih bersama dirinya.

Mbah Harjo meski sudah berusia lebih dari satu abad, namun ingatan, pendengaran dan penglihatannya belum ada gangguan. Terbukti, ia masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana kehidupannya saat masih muda, yaitu ketika Jepang berkuasa. Saat pendudukan Jepang, ia bersama para pemuda lain di Kalitengah Lor harus mengikuti kerja paksa (romusha).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3267 seconds (0.1#10.140)