Soal Resesi Indonesia, Orang Kaya Diminta Banyak Belanja
loading...
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah diminta mendorong kalangan kelas menengah atas untuk meningkatkan konsumsi, ketimbang menyimpang uangnya di bank. Meningkatnya konsumsi, diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia cepat pulih dan keluar dari koneksi resesi.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Teguh Santoso mengatakan, salah satu penopang ekonomi Indonesia adalah konsumsi. Komponen konsumsi menopang hampir 70% pendapatan domestik bruto (PDB) nasional.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga tercatat masih tumbuh negatif. Hanya konsumsi pemerintah yang tercatat mengalami kenaikan.(Baca juga: Ormas PP Sumedang Akui Kadernya Terlibat Pengeroyokan Anggota Batalyon Infanteri 301/Prabu Kian Santang )
"Jadi, pemerintah harus dorong kalangan menengah atas membelanjakan uangnya untuk menaikkan konsumsi, karena sekarang mereka senang menempatkan dananya di bank. DPK bank kan tercatat tumbuh 12% lebih, ini lebih besar dari kondisi normal. Ini indikasi masyarakat senang simpan uangnya," jelas dia.
Kelas menengah bawah sendiri, kata dia, telah didorong untuk meningkatkan konsumsi. Hal itu tampak pada banyaknya stimulus atau bantuan keuangan baik BST senilai Rp300.000, BSU senilai Rp600.000, bantuan UMKM, dan lainnya.
Menurut dia, naiknya konsumsi kelas menengah atas diharapkan dapat mendorong ekonomi dari resesi. Karena konsumsi menjadi acuan bagi ekonomi Indonesia. Bila konsumsi loyo, seberapa peran fiskal yang dilakukan tidak akan optimal. Konsumsi, kata dia, akan memberi multiplayer efek besar. (Baca juga: Akhir PSBM di Purwakarta, Tembus Rekor Tertinggi 227 Positif )
Kendati begitu, pemerintah harus paham kenapa kalangan kelas menengah atas senang menyimpan dananya di bank. Hal ini tak lepas dari kondisi keamanan dan risiko kesehatan yang mungkin masih mereka khawatirkan. Mereka enggan belanja baju lantaran belum ada kepercayaan melakukan perjalanan wisata atau lainnya.
Mestinya, pemerintah secepatnya menurunkan kasus covid secepat mungkin. Sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman lakukan aktivitas ekonomi. Kendati saat ini aktivitas mulai longgar, namun masyarakat belum terlalu nyaman, lantaran masih ada kasus COVID.
"Sekarang sudah longgar, tapi belum maksimal. Jadi masyarakat belum terlalu nyaman. Karena, duitnya itu sebenarnya ada di bank, likuiditas gak ada masalah. Tapi orang enggan keluarkannya," jelas dia.
Lebih lanjut Teguh menjelaskan, komisi resesi yang terjadi di Indonesia, adalah cerminan kondisi riil ekonomi masyarakat saat ini. Bahwa pendapatan masyarakat turun akibat perlambatan aktivitas produksi dan konsumsi.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Teguh Santoso mengatakan, salah satu penopang ekonomi Indonesia adalah konsumsi. Komponen konsumsi menopang hampir 70% pendapatan domestik bruto (PDB) nasional.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga tercatat masih tumbuh negatif. Hanya konsumsi pemerintah yang tercatat mengalami kenaikan.(Baca juga: Ormas PP Sumedang Akui Kadernya Terlibat Pengeroyokan Anggota Batalyon Infanteri 301/Prabu Kian Santang )
"Jadi, pemerintah harus dorong kalangan menengah atas membelanjakan uangnya untuk menaikkan konsumsi, karena sekarang mereka senang menempatkan dananya di bank. DPK bank kan tercatat tumbuh 12% lebih, ini lebih besar dari kondisi normal. Ini indikasi masyarakat senang simpan uangnya," jelas dia.
Kelas menengah bawah sendiri, kata dia, telah didorong untuk meningkatkan konsumsi. Hal itu tampak pada banyaknya stimulus atau bantuan keuangan baik BST senilai Rp300.000, BSU senilai Rp600.000, bantuan UMKM, dan lainnya.
Menurut dia, naiknya konsumsi kelas menengah atas diharapkan dapat mendorong ekonomi dari resesi. Karena konsumsi menjadi acuan bagi ekonomi Indonesia. Bila konsumsi loyo, seberapa peran fiskal yang dilakukan tidak akan optimal. Konsumsi, kata dia, akan memberi multiplayer efek besar. (Baca juga: Akhir PSBM di Purwakarta, Tembus Rekor Tertinggi 227 Positif )
Kendati begitu, pemerintah harus paham kenapa kalangan kelas menengah atas senang menyimpan dananya di bank. Hal ini tak lepas dari kondisi keamanan dan risiko kesehatan yang mungkin masih mereka khawatirkan. Mereka enggan belanja baju lantaran belum ada kepercayaan melakukan perjalanan wisata atau lainnya.
Mestinya, pemerintah secepatnya menurunkan kasus covid secepat mungkin. Sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman lakukan aktivitas ekonomi. Kendati saat ini aktivitas mulai longgar, namun masyarakat belum terlalu nyaman, lantaran masih ada kasus COVID.
"Sekarang sudah longgar, tapi belum maksimal. Jadi masyarakat belum terlalu nyaman. Karena, duitnya itu sebenarnya ada di bank, likuiditas gak ada masalah. Tapi orang enggan keluarkannya," jelas dia.
Lebih lanjut Teguh menjelaskan, komisi resesi yang terjadi di Indonesia, adalah cerminan kondisi riil ekonomi masyarakat saat ini. Bahwa pendapatan masyarakat turun akibat perlambatan aktivitas produksi dan konsumsi.
(msd)