Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit

Minggu, 11 Oktober 2020 - 13:47 WIB
loading...
A A A
Dalam pemugaran itu juga dilakukan pendataan jumlah makam. Menurut Mukim ada ribuan makam yang disinyalir kuburan orang-orang yang pernah hidup di masa pemerintahan Bathara Katong. "Terhitung seluruhnya ada sebanyak 1.500-an makam lama," paparnya.

Bathara Katong atau Lembu Kanigoro adalah putra Bhre Kertabumi atau Brawijaya V, yakni Raja Majapahit terakhir dengan selirnya, Putri Campa yang beragama Islam. Lembu Kanigoro yang juga adipati pertama Ponorogo (era Kerajaan Demak) itu juga memiliki nama kecil Raden Joko Piturun atau Raden Harak Kali.

(Baca juga: Mengintip Petilasan Ken Dedes, Ibu Para Raja Nusantara )

Sebutan Bhatara merujuk pada tindak tanduk seperti dewa. Sedangkan Katong adalah salah kaprah pengucapan yang seharusnya Katon atau terlihat. Dari keturunan Bathara Katong ajaran Islam tersebar di Ponorogo hingga Kabupaten Pacitan.

Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit


Mukim Raharjo merupakan juru kunci pesarean Bathara Katong yang ke 14. Amanah itu dia peroleh secara turun temurun. Mukim "berdinas" mulai pukul 07.00 WIB pagi hingga sore hari. Namun sering juga menemani peziarah yang berkunjung tengah malam.

"Tentunya saya tidak bisa menolak kedatangan orang yang ingin berziarah. Meski tengah malam tetap saya antarkan," terangnya. Pagi itu, dua pemuda yang memperkenalkan diri dari Kabupaten Ngawi datang sebelum pintu pesarean dibuka.

Setelah beruluk salam dan berbasa basi sebentar, keduanya langsung duduk bersila di dalam cungkup pesarean. Sebentar memandangi pusara kuno panjang dengan nisan yang terbungkus kain mori putih (makam Bathara Katong). Juga melirik gebyok yang terukir huruf hijaiyah.

Tidak berlangsung lama keduanya menundukkan kepala sekaligus memejamkan mata. Mulutnya komat kamit, bergumam merapal doa. Tidak berlangsung lama datang peziarah lain. Pasangan suami istri dan seorang bocah kecil. Mukim meminta pasutri meninggalkan anaknya di luar cungkup.

"Karena khawatirnya justru menganggu orang tuanya yang tengah berdoa," terang Mukim. Karena ruangan cungkup yang sempit, yakni maksimal hanya cukup untuk enam orang dewasa, pasutri itu diminta menunggu sampai kedua pemuda itu menyelesaikan hajatnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2034 seconds (0.1#10.140)