Mengenang Amir Hamzah, Tokoh Pujangga Baru yang Ditangkap dan Dihabisi Pasukan Pesindo

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 05:01 WIB
loading...
Mengenang Amir Hamzah,...
Tengku Amir Hamzah atau nama lengkapnya Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera bersama istri Tengkoe Poeteri Kamiliah. (Foto-Foto/Dok)
A A A
Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru Tengku Amir Hamzah atau nama lengkapnya Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera adalah putera kelahiran Langkat, Sumatera Timur kini menjadi Sumatera Utara.

Dia lahir pada tanggal 28 Februari 1911 dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat). Nama Amir Hamzah diberikan oleh sang ayah, Tengku Muhammad Adil.

Nama ini diberikan kepadanya anaknya, karena kekagumannya kepada Hikayat Amir Hamzah.

Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah di Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Setamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO, sekolah tinggi di Medan.

Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan dan lulus pada 1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah. (BACA JUGA: Becak Siantar, Motor Tempur Peninggalan Tentara Sekutu)

Di sana dia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Amir Hamzah adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Disiplin dan ketertiban itu nampak pula dari keadaan kamarnya.

Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih tersusun di atas rak, pakaian tidak tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti kamar seorang gadis remaja.

Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir Hamzah mulai mengasah minatnya pada sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada waktu-waktu itulah Amir Hamzah mulai menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian terangkum dalam antologi "Buah Rindu" yang terbit pada 1943.

Pada waktu tinggal di Solo, Amir Hamzah juga menjalin pertemanan dengan Armijn Pane dan Achdiat K Mihardja. Ketiganya sama-sama mengenyam pendidikan di AMS Solo, bahkan mereka satu kelas di sekolah itu. Di kemudian hari, ketiga orang ini mempunyai tempat tersendiri dalam ranah kesusastraan di Indonesia.

Setelah menyelesaikan studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya.
Mengenang Amir Hamzah, Tokoh Pujangga Baru yang Ditangkap dan Dihabisi Pasukan Pesindo

Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe. (BACA JUGA: Misteri Kampung Kolam dan Mandor Sukmo Ilang Lenyap di Perkebunan Tebu Tanah Deli)

Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “Mabuk” dan “Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3522 seconds (0.1#10.140)