Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung
loading...
A
A
A
Erupsi yang terjadi pada 2018 dan 2019, masih sama dengan tahun-tahun ke belakang. Jadi belum mengganggu pelayaran kapal penyeberangan dan penerbangan pesawat udara.
Gempa vulkanik yang terjadi pun sangat kecil sehingga tak dirasakan oleh warga. Sedangkan pulau terdekat adalah Pulau Panjang dan Sertung yang tak berpenghuni.
Sejak saat itu hingga saat ini Gunung Anak Krakatau berada dalam fase konstruksi, membangun tubuhnya hingga besar, melalui perselingan fase-fase aktivitas tenang dan erupsi.
Gunungapi muda ini sangat aktif. Letusannya terjadi antara 2 sampai 4 tahun sekali. Fase erupsi biasanya berlangsung berbulan-bulan bahkan bisa berlangsung beberapa tahun.
Pada pengukuran pada September 2018, Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter di atas permukaan laut. Secara morfologi bentuk Gunung Anak Krakatau tidak pernah mempunyai bentuk kerucut ideal. Separuh di sisi baratlaut-utara-timur-tenggara relatif stabil sejak pembentukan pertama dan bentukan kerucut dengan kelerengan relatif landai.
Sebaliknya, di sisi barat-baratdaya-selatan, berubah-ubah sebagai hasil dari aktivitas erupsinya. Hal ini terjadi karena Gunung Anak Krakatau muncul di posisi tepian kaldera, yang sering disebut sebagai ‘ring-dyke’, yaitu terobosan yang muncul karena di tepian kaldera meupakan zona yang relatif lemah sesudah pembentukan kaldera.
Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi ekplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava. Di fase-fase awal pembentukan, yaitu menjelang muncul di permukaan sampai sekitar 1935, letusan berupa letusan Surtseyan karena posisi kawah masih sangat rendah, yaitu level permukaan air laut.
Letusan Strombolin terjadi pada 20 Juni 2016 dan 19 Februari 2017. Sedangkan pada 2018, Gunung Anak Krakatau kembali meletus sejak 29 Juni 2018 sampai saat ini. Sebagaimana biasa, letusan itu berupa letusan-letusan strombolian.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau di pantai dengan pemasangan beberapa stasiun seismik di lereng Gunung Anak Krakata dan juga di lokasi di Pulau Sertung, di barat daya Gunung Anak Krakatau.
Stasiun seismik di Gunung Anak Krakatau penting untuk mendeteksi perubahan fase tenang dan erupsi. Sebab, di awal akan tercatat gempa-gempa vulkanik berukuran kecil yang sulit tercatat di stasiun seismik lebih jauh.
Gempa vulkanik yang terjadi pun sangat kecil sehingga tak dirasakan oleh warga. Sedangkan pulau terdekat adalah Pulau Panjang dan Sertung yang tak berpenghuni.
Sejak saat itu hingga saat ini Gunung Anak Krakatau berada dalam fase konstruksi, membangun tubuhnya hingga besar, melalui perselingan fase-fase aktivitas tenang dan erupsi.
Gunungapi muda ini sangat aktif. Letusannya terjadi antara 2 sampai 4 tahun sekali. Fase erupsi biasanya berlangsung berbulan-bulan bahkan bisa berlangsung beberapa tahun.
Pada pengukuran pada September 2018, Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter di atas permukaan laut. Secara morfologi bentuk Gunung Anak Krakatau tidak pernah mempunyai bentuk kerucut ideal. Separuh di sisi baratlaut-utara-timur-tenggara relatif stabil sejak pembentukan pertama dan bentukan kerucut dengan kelerengan relatif landai.
Sebaliknya, di sisi barat-baratdaya-selatan, berubah-ubah sebagai hasil dari aktivitas erupsinya. Hal ini terjadi karena Gunung Anak Krakatau muncul di posisi tepian kaldera, yang sering disebut sebagai ‘ring-dyke’, yaitu terobosan yang muncul karena di tepian kaldera meupakan zona yang relatif lemah sesudah pembentukan kaldera.
Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi ekplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava. Di fase-fase awal pembentukan, yaitu menjelang muncul di permukaan sampai sekitar 1935, letusan berupa letusan Surtseyan karena posisi kawah masih sangat rendah, yaitu level permukaan air laut.
Letusan Strombolin terjadi pada 20 Juni 2016 dan 19 Februari 2017. Sedangkan pada 2018, Gunung Anak Krakatau kembali meletus sejak 29 Juni 2018 sampai saat ini. Sebagaimana biasa, letusan itu berupa letusan-letusan strombolian.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau di pantai dengan pemasangan beberapa stasiun seismik di lereng Gunung Anak Krakata dan juga di lokasi di Pulau Sertung, di barat daya Gunung Anak Krakatau.
Stasiun seismik di Gunung Anak Krakatau penting untuk mendeteksi perubahan fase tenang dan erupsi. Sebab, di awal akan tercatat gempa-gempa vulkanik berukuran kecil yang sulit tercatat di stasiun seismik lebih jauh.