Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung

Minggu, 20 September 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
24-27 Desember 2018: Terjadi letusan yang menerus disertai dentuman atau gelegar suara letusan yang terdengar sampai di Pos Pasauran. Di level tertinggi, jumlah dentuman mencapai 14 kali per menit atau sekitar 5 detik sekali.

26 Desember 2018, pukul 12.15 WIB: Mulai letusan-letusan besar dengan diikuti hujan abu.

27 Desember 06.00 WIB: Status Gunung Anak Krakatau dinaikkan dari level Siaga menjadi Waspada, dengan rekomendasi yang semula larangan dalam radius 2 km dari Gunung Anak Krakatau menjadi radius 5 km dari Gunung Anak Krakatau.

Radius 5 km di lapangan adalah berada di dalam kompleks Gunung Anak Krakatau yang dibatasi Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang.

27 Desember 2018 sekitar pukul 23.00 WIB: Perubahan sinyal kegempaan yang tiba-tiba mengecil, frekuensi menjadi lebih tinggi. Demikian juga sinyal letusan berkurang. Dan sejak saat ini tidak terdengar lagi dentuman gelegar letusan sampai sekarang.

Dentuman dan tidak ada dentuman karena perubahan posisi pusat letusan dari di atas permukaan laut (udara) ke bawah permukaan laut.

28 Desember 2018 pukul 14.18 WIB: Dengan sedikit membaiknya cuaca, teramati bahwa tinggi Gunung Anak Krakatau tinggal 110M dpl dari sebelumnya 338 M dpl. Tubuh puncak Gunung Anak Krakatau hilang. (sebagian diletuskan dan menimbulkan hujan abu dan tentunya longsor pada 26 Desember 2018.

29-30 Desember: Letusan-letusan terjadi dengan jumlah yang minim (2 jam sekali). Secara visual, letusan berupa letusan jenis Surtseyan, yaitu magma yang keluar langsung menyentuh air.
(awd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1736 seconds (0.1#10.140)