Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung
loading...
A
A
A
Dampak yang ditimbulkan dari letusan tersebut adalah terjadinya gelombang besar atau tsunami di wilayah Selat Sunda yang ditaksirkan menelan korban 200.000 jiwa. Pascaletusan 1883 juga dilakukan penelitian terkait dampak-dampaknya.
“Gelombang pasang yang tercatat terjadi di seluruh dunia dengan ketinggian gelombang relatif beragam,” kata Dosen dari Kelompok Keahlian Petrologi Vulkanologi dan Geokimia FITB-ITB ini.
Seusai letusan dahsyat pada 1883, Gunung Krakatau terbelah menjadi dua. Dua bagian itu pun tumbuh menjadi gunung api. Orang-orangnya menyebutnya sebagai Gunung Anak Krakatau.
Dr Mirzam mengatakan, Gunung Anak Krakatau terus mengalami pertumbuhan dikarenakan posisinya yang terletak pada persilangan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Ada aktivitas vulkanis yang tidak hanya berasal dari satu sumber, menyebabkan Gunung Anak Krakatau tumbuh signifikan dan arah letusannya pun cenderung menuju barat daya.
“Sejalan dengan arah sobekan Jawa-Sumatera, pulau-pulau di sekitar Gunung Anak Krakatau juga menunjukkan jejak letusan ke arah barat daya,” ungkap Dosen Teknik Geologi ITB ini.
Volkanolog ITB Dr Eng Mirzam Abdurrachman ST MT. Foto/ITB.ac.id
Dr Mirzam menuturkan, sejauh ini tsunami pada 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau diperkirakan dapat terjadi oleh empat mekanisme, yaitu letusan gunung api di bawah air (volcanogenic tsunami), longsoran (air masuk ke daratan), gunung api meletus membentuk kaldera (gunung api muncul di permukaan), dan aliran piroklastik (tsunami pada bagian depan gunung dengan kecepatan gelombang 150-250 km/jam).
Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau memiliki tinggi 338 meter di atas permukaan laut. Badan Geologi, Kementerian ESDM mendirikan dua pos pengamatan, yakni, Pos Pengamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan Pasauran, Merak, Provinsi Banten. Kedua pos itu digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Letusan Gunung Anak Krakatau. Foto/Youtube/Mister Angka
Pada Desember 2018, sempat terjadi penurunan aktivitas di gunung api tersebut. Kemudian sejak Minggu 30 Desember 2018 hingga Kamis 3 Januari 2019, kembali mengalami peningkatan aktivitas terus menerus. Pada Kamis 3 Januari 2019, dari pagi sampai sore tadi, terjadi gempa akibat letusan Gunung Anak Krakatau.
“Gelombang pasang yang tercatat terjadi di seluruh dunia dengan ketinggian gelombang relatif beragam,” kata Dosen dari Kelompok Keahlian Petrologi Vulkanologi dan Geokimia FITB-ITB ini.
Seusai letusan dahsyat pada 1883, Gunung Krakatau terbelah menjadi dua. Dua bagian itu pun tumbuh menjadi gunung api. Orang-orangnya menyebutnya sebagai Gunung Anak Krakatau.
Dr Mirzam mengatakan, Gunung Anak Krakatau terus mengalami pertumbuhan dikarenakan posisinya yang terletak pada persilangan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Ada aktivitas vulkanis yang tidak hanya berasal dari satu sumber, menyebabkan Gunung Anak Krakatau tumbuh signifikan dan arah letusannya pun cenderung menuju barat daya.
“Sejalan dengan arah sobekan Jawa-Sumatera, pulau-pulau di sekitar Gunung Anak Krakatau juga menunjukkan jejak letusan ke arah barat daya,” ungkap Dosen Teknik Geologi ITB ini.
Volkanolog ITB Dr Eng Mirzam Abdurrachman ST MT. Foto/ITB.ac.id
Dr Mirzam menuturkan, sejauh ini tsunami pada 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau diperkirakan dapat terjadi oleh empat mekanisme, yaitu letusan gunung api di bawah air (volcanogenic tsunami), longsoran (air masuk ke daratan), gunung api meletus membentuk kaldera (gunung api muncul di permukaan), dan aliran piroklastik (tsunami pada bagian depan gunung dengan kecepatan gelombang 150-250 km/jam).
Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau memiliki tinggi 338 meter di atas permukaan laut. Badan Geologi, Kementerian ESDM mendirikan dua pos pengamatan, yakni, Pos Pengamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan Pasauran, Merak, Provinsi Banten. Kedua pos itu digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Letusan Gunung Anak Krakatau. Foto/Youtube/Mister Angka
Pada Desember 2018, sempat terjadi penurunan aktivitas di gunung api tersebut. Kemudian sejak Minggu 30 Desember 2018 hingga Kamis 3 Januari 2019, kembali mengalami peningkatan aktivitas terus menerus. Pada Kamis 3 Januari 2019, dari pagi sampai sore tadi, terjadi gempa akibat letusan Gunung Anak Krakatau.