Kisah Hayam Wuruk Mencetuskan Kutara Manawa dengan Berpijak Kitab India
loading...
A
A
A
Nama Agama dan Kutaramanawadharmasastra telah jelas menunjukkan adanya pengaruh India dalam bidang perundang-undangan Majapahit.
Kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dijadikan pola perundang-undangan Majapahit yang disebut Agama dan Kutaramanawadharmasastra.
Isinya adalah saduran dari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra, disesuaikan dengan suasana setempat. Demikianlah Kitab Perundang- undangan Agama itu bukan terjemahan tepat dari kitab perundang- undangan India Manawadharmasastra.
Pada pasal 109 dijelaskan, isi Kitab perundang-undangan Agama diambil dari sari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dan Kutaradharmasastra.
Bunyinya seperti berikut: "Kerbau atau sapi yang digadaikan, setelah lewat tiga tahun, leleb, sama dengan dijual, menurut undang-undang Kutara.
Menurut undang-undang Manawa, baru leleb, setelah lewat lima tahun. Ikutilah salah satu, karena kedua-duanya adalah undang-undang.
Tidaklah dibenarkan anggapan, bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain, Manawadharmasastra adalah ajaran maharaja Manu, ketika manusia baru saja diciptakan. Beliau seperti Bhatara Wisnu.
Kutarasastra adalah ajaran bagawan Bregu pada zaman Treptayoga, beliau seperti Bhatara Wisnu, diikuti oleh Rama Parasu dan oleh semua orang, bukan buatan zaman sekarang.
Ajaran itu telah berlaku sejak zaman purba. Dalam Kitab Perundang-undangan Agama, banyak terdapat pasal-pasal yang dikatakan berasal dari ajaran bagawan Bregu. Jadi berasal dari Kutarasastra, misalnya pasal 46, 141, 176, 234.
Adanya beberapa pasal yang sangat mirip dalam Kitab Perundang-undangan Agama membuktikan bahwa pembuat undang-undang tersebut, selain menggunakan Manawadharmasastra, juga menggunakan kitab perundang-undangan lainnya.
Kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dijadikan pola perundang-undangan Majapahit yang disebut Agama dan Kutaramanawadharmasastra.
Isinya adalah saduran dari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra, disesuaikan dengan suasana setempat. Demikianlah Kitab Perundang- undangan Agama itu bukan terjemahan tepat dari kitab perundang- undangan India Manawadharmasastra.
Pada pasal 109 dijelaskan, isi Kitab perundang-undangan Agama diambil dari sari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dan Kutaradharmasastra.
Bunyinya seperti berikut: "Kerbau atau sapi yang digadaikan, setelah lewat tiga tahun, leleb, sama dengan dijual, menurut undang-undang Kutara.
Menurut undang-undang Manawa, baru leleb, setelah lewat lima tahun. Ikutilah salah satu, karena kedua-duanya adalah undang-undang.
Tidaklah dibenarkan anggapan, bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain, Manawadharmasastra adalah ajaran maharaja Manu, ketika manusia baru saja diciptakan. Beliau seperti Bhatara Wisnu.
Kutarasastra adalah ajaran bagawan Bregu pada zaman Treptayoga, beliau seperti Bhatara Wisnu, diikuti oleh Rama Parasu dan oleh semua orang, bukan buatan zaman sekarang.
Ajaran itu telah berlaku sejak zaman purba. Dalam Kitab Perundang-undangan Agama, banyak terdapat pasal-pasal yang dikatakan berasal dari ajaran bagawan Bregu. Jadi berasal dari Kutarasastra, misalnya pasal 46, 141, 176, 234.
Adanya beberapa pasal yang sangat mirip dalam Kitab Perundang-undangan Agama membuktikan bahwa pembuat undang-undang tersebut, selain menggunakan Manawadharmasastra, juga menggunakan kitab perundang-undangan lainnya.