Kisah Jaka Tingkir Naik Rakit Buaya dan Menaklukkan Banteng hingga Jadi Raja Pajang
loading...
A
A
A
Beberapa waktu kemudian satuan ini perlu diperbesar. Karenanya, Jaka Tingkir kembali diuji, yaitu menghancurkan kepala banteng dengan tangan telanjang, melainkan diuji kekebalannya yang disetujui pula oleh yang bersangkutan.
Maka Jaka Tingkir meminta, agar ia memerlukan tusuk konde saja untuk menghancurkan kepala banteng itu. Benar saja, cukup dengan sebuah tusuk konde belaka bagi Jaka Tingkir untuk menembus jantungnya.
Alangkah hebat kesaktiannya. Tetapi seketika itu juga hal ini mengakibatkan ia dipecat dan dibuang, betapapun kepergiannya itu menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya.
Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali, dan berniat untuk mati saja. Pada perjalanan pulangnya ketika keputusasaan Jaka Tingkir bertemu dua pertapa yakni Kiai Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang.
Keduanya tidak hanya memberi pelajaran, tetapi juga memberi semangat kepadanya.
Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging, terdengarlah suara yang menyuruhnya pergi ke tokoh-tokoh keramat lain, antara lain Kiai Buyut dari Banyubiru, yang selanjutnya menjadi gurunya.
Kedua kiai ini memberikan kepadanya azimat, agar ia mendapat perkenan kembali dari Sultan Demak. Perjalanannya kembali ke Demak dilakukannya menyusuri sungai dengan rakit yang didorong 40 ekor buaya.
Setibanya kembali di Demak, Jaka Tingkir menerapkan azimat yang dipelajarinya itu. Alhasil seekor kerbau liar dibuatnya menjadi gila.
Sehingga selama tiga hari tiga malam para tamtama pun menghancurkan kepalanya, dan bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah.
Hanya Jaka Tingkir-lah yang berhasil membunuh kerbau itu, yakni hanya dengan mengeluarkan azimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu. Setelah itu la mendapatkan kembali kedudukannya di Demak.
Maka Jaka Tingkir meminta, agar ia memerlukan tusuk konde saja untuk menghancurkan kepala banteng itu. Benar saja, cukup dengan sebuah tusuk konde belaka bagi Jaka Tingkir untuk menembus jantungnya.
Alangkah hebat kesaktiannya. Tetapi seketika itu juga hal ini mengakibatkan ia dipecat dan dibuang, betapapun kepergiannya itu menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya.
Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali, dan berniat untuk mati saja. Pada perjalanan pulangnya ketika keputusasaan Jaka Tingkir bertemu dua pertapa yakni Kiai Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang.
Keduanya tidak hanya memberi pelajaran, tetapi juga memberi semangat kepadanya.
Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging, terdengarlah suara yang menyuruhnya pergi ke tokoh-tokoh keramat lain, antara lain Kiai Buyut dari Banyubiru, yang selanjutnya menjadi gurunya.
Kedua kiai ini memberikan kepadanya azimat, agar ia mendapat perkenan kembali dari Sultan Demak. Perjalanannya kembali ke Demak dilakukannya menyusuri sungai dengan rakit yang didorong 40 ekor buaya.
Setibanya kembali di Demak, Jaka Tingkir menerapkan azimat yang dipelajarinya itu. Alhasil seekor kerbau liar dibuatnya menjadi gila.
Sehingga selama tiga hari tiga malam para tamtama pun menghancurkan kepalanya, dan bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah.
Hanya Jaka Tingkir-lah yang berhasil membunuh kerbau itu, yakni hanya dengan mengeluarkan azimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu. Setelah itu la mendapatkan kembali kedudukannya di Demak.