Kisah Eyang Djugo, Guru Spritual Pangeran Diponegoro Tabib Sakti Pengendali Wabah Kolera
loading...
A
A
A
Gunung Kawi adalah salah satu tempat yang dikeramatkan di Indonesia. Sebagai tempat ziarah, di Gunung Kawi dimakamkan tokoh bangsawan Keraton Yogyakarta bernama R.M Soerjokoesoemo lebih dikenal dengan nama Mbah Djugo atau Eyang Jugo.
Konon Mbah Djug o berhasil menyembuhkan wabah kolera di Jawa Timir. Tak hanya itu, Mbah Jugo juga dikatakan pernah menjadi penasihat spiritual dan pengawal Pangeran Diponegoro. Makamnya di Lereng Gunung Kawi ramai dikunjungi peziarah.
Kisah heroik Mbah Djugo bermula saat rakyat kecil yang terhimpit kesusahan selalu dibantu dan ditolong dirinya. Begitu juga saat seluruh tanah Jawa dilanda pagebluk wabah penyakit kolera. Sekitar tahun 1870.
Seorang laki-laki tua dengan kumis dan jenggot panjang, tiba-tiba kembali muncul di Desa Djugo. Perawakannya jangkung. Dengan kulit wajah yang senantiasa memerah seperti kebanyakan tersiram sinar matahari.
Yangmembedakan dengan orang pada umumnya. Kedua daun telinganya terlihat lebih besar.Yang juga diingat setiap orang yang pernah ditolongnya. Penampilan Mbah Djugo sepintas mrip gelandangan.
Namun anehnya baju yang dikenakan tidak pernah tampak compang-camping maupun kotor.“Ketika menampak kedatangannya, penduduk Desa Djugo memburu dengan menangis sebagai anak-anak melihat ibunya datang dari bepergian jauh,”
Kata-kata itu ditulis Im Yang Tju dalam Riwayat Ejang Djugo Panembahan Gunung Kawi. ”Mereka mengadukanpenderitaannya, minta obat, minta dilindungi keselamatannya,”
Desa Djugo atau Jugo berada di wilayah Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Lokasinya berbatasan dengan Kabupaten Malang, sekaligus berdekatan denganGunung Kawi. Mbah Djugo muncul dari dalam belukar hutan.
Melihat antusias orang yang merindukan kehadirannya, ia berjalan ke arah kandang sapi yang lama tidak terpakai.Sebelum masuk hutan dan kemudian menghilang, di kandang sapi di pinggir hutan tersebut, Mbah Djugo biasa seperti termangu sendirian.
Konon Mbah Djug o berhasil menyembuhkan wabah kolera di Jawa Timir. Tak hanya itu, Mbah Jugo juga dikatakan pernah menjadi penasihat spiritual dan pengawal Pangeran Diponegoro. Makamnya di Lereng Gunung Kawi ramai dikunjungi peziarah.
Kisah heroik Mbah Djugo bermula saat rakyat kecil yang terhimpit kesusahan selalu dibantu dan ditolong dirinya. Begitu juga saat seluruh tanah Jawa dilanda pagebluk wabah penyakit kolera. Sekitar tahun 1870.
Seorang laki-laki tua dengan kumis dan jenggot panjang, tiba-tiba kembali muncul di Desa Djugo. Perawakannya jangkung. Dengan kulit wajah yang senantiasa memerah seperti kebanyakan tersiram sinar matahari.
Yangmembedakan dengan orang pada umumnya. Kedua daun telinganya terlihat lebih besar.Yang juga diingat setiap orang yang pernah ditolongnya. Penampilan Mbah Djugo sepintas mrip gelandangan.
Namun anehnya baju yang dikenakan tidak pernah tampak compang-camping maupun kotor.“Ketika menampak kedatangannya, penduduk Desa Djugo memburu dengan menangis sebagai anak-anak melihat ibunya datang dari bepergian jauh,”
Kata-kata itu ditulis Im Yang Tju dalam Riwayat Ejang Djugo Panembahan Gunung Kawi. ”Mereka mengadukanpenderitaannya, minta obat, minta dilindungi keselamatannya,”
Desa Djugo atau Jugo berada di wilayah Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Lokasinya berbatasan dengan Kabupaten Malang, sekaligus berdekatan denganGunung Kawi. Mbah Djugo muncul dari dalam belukar hutan.
Melihat antusias orang yang merindukan kehadirannya, ia berjalan ke arah kandang sapi yang lama tidak terpakai.Sebelum masuk hutan dan kemudian menghilang, di kandang sapi di pinggir hutan tersebut, Mbah Djugo biasa seperti termangu sendirian.