Momen Sultan Pajang Sadari Kebenaran Ramalan Sunan Giri Tentang Mataram
loading...
A
A
A
Sultan Pajang Hadiwijaya akhirnya mengakui kekalahannya dengan Mataram di bawah kekuasaan Panembahan Senopati. Apalagi dia tak bisa melawan takdir akan ramalan Sunan Giri mengenai munculnya raja besar dari Mataram, yang dulu hanyalah Alas Mentaok, di bawah kekuasaan Pajang.
Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir ini pun tak punya kuasa apa pun untuk melawan takdirnya. Dia harus rela dan pasrah akan jalan takdir Mataram bakal menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa. Terlebih ketika dia dan pasukan Pajang mengalami kekalahan perang melawan pasukan Panembahan Senopati .
Bahkan Sultan Hadiwijaya sendiri mengatakan kepada putranya Pangeran Benawa dan dua utusan yang sempat diminta ke Mataram, yakni Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta, bahwa Mataram akan melahirkan raja besar adalah takdir dari Allah.
Dikisahkan pada "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" suratan takdir itu tak bisa dicegah, direkayasa, dan diubahnya. Artinya Sultan Hadiwijaya menjelaskan, ketika ramalan dari Sunan Giri keluar dirinya sudah menerima sehingga tak akan menghalang-halangi kehendak Allah tersebut.
Ki Juru Martani penasehat Mataram pun menyesalkan sikap keponakannya itu yang tidak mau menghadap ke Pajang. Padahal Senopati dengan Sultan Hadiwijaya sudah memiliki hubungan dekat layaknya ayah dan anak. Seharusnya Senopati memahami sikap Sultan Pajang ini, sehingga dia tidak perlu melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji terhadap Sultan Pajang.
Justru dari perilaku dan sikap Senopati yang cenderung lecehkan terhadap Kanjeng Sultan Pajang itulah yang menunjukkan pengkhianatan Senopati terhadap ayah angkat dan gurunya sendiri. Dengan pengkhianatan ini, Senopati bisa dikatakan bukan sosok yang berjiwa ningrat dengan martabat atau harga diri yang mulia, meskipun secara silsilah barangkali masih keturunan orang hebat.
Seorang bangsawan atau ningrat tentu mempunyai etika dan moral; menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehingga dengan demikian ia patut dihormati dan dimuliakan oleh seluruh umat manusia. Di sisi lain, Senopati sudah tergiur dengan ramalan dari Sunan Giri yang diceritakan ayahnya Ki Pamanahan sehingga bersikap sombong dan tidak dapat diatur.
Bahkan Senopati berpandangan bahwa dirinya benar-benar bisa dikukuhkan sebagai raja Mataram, maka syarat utamanya harus berani membangkang terhadap Pajang. Maka dia pun menolak keras bahkan berjanji tidak akan menghadap ke Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir di Pajang.
Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir ini pun tak punya kuasa apa pun untuk melawan takdirnya. Dia harus rela dan pasrah akan jalan takdir Mataram bakal menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa. Terlebih ketika dia dan pasukan Pajang mengalami kekalahan perang melawan pasukan Panembahan Senopati .
Bahkan Sultan Hadiwijaya sendiri mengatakan kepada putranya Pangeran Benawa dan dua utusan yang sempat diminta ke Mataram, yakni Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta, bahwa Mataram akan melahirkan raja besar adalah takdir dari Allah.
Dikisahkan pada "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" suratan takdir itu tak bisa dicegah, direkayasa, dan diubahnya. Artinya Sultan Hadiwijaya menjelaskan, ketika ramalan dari Sunan Giri keluar dirinya sudah menerima sehingga tak akan menghalang-halangi kehendak Allah tersebut.
Ki Juru Martani penasehat Mataram pun menyesalkan sikap keponakannya itu yang tidak mau menghadap ke Pajang. Padahal Senopati dengan Sultan Hadiwijaya sudah memiliki hubungan dekat layaknya ayah dan anak. Seharusnya Senopati memahami sikap Sultan Pajang ini, sehingga dia tidak perlu melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji terhadap Sultan Pajang.
Justru dari perilaku dan sikap Senopati yang cenderung lecehkan terhadap Kanjeng Sultan Pajang itulah yang menunjukkan pengkhianatan Senopati terhadap ayah angkat dan gurunya sendiri. Dengan pengkhianatan ini, Senopati bisa dikatakan bukan sosok yang berjiwa ningrat dengan martabat atau harga diri yang mulia, meskipun secara silsilah barangkali masih keturunan orang hebat.
Seorang bangsawan atau ningrat tentu mempunyai etika dan moral; menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehingga dengan demikian ia patut dihormati dan dimuliakan oleh seluruh umat manusia. Di sisi lain, Senopati sudah tergiur dengan ramalan dari Sunan Giri yang diceritakan ayahnya Ki Pamanahan sehingga bersikap sombong dan tidak dapat diatur.
Bahkan Senopati berpandangan bahwa dirinya benar-benar bisa dikukuhkan sebagai raja Mataram, maka syarat utamanya harus berani membangkang terhadap Pajang. Maka dia pun menolak keras bahkan berjanji tidak akan menghadap ke Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir di Pajang.
(wib)