Serangan Mertua Pangeran Diponegoro Bikin Sultan Yogyakarta Pusing hingga Minta Bantuan Belanda
loading...
A
A
A
RADENRonggo Prawirodirjo III atau mertua Pangeran Diponegoro menjadi buronan Belanda usai mendalangi beberapa serangan di timur wilayah Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Desakan Belanda untuk Keraton Yogyakarta menangkap Raden Ronggo Prawirodirjo III begitu kuat ketika pemberontakan dan kekacauan bermunculan di Ponorogo.
Kala itu, Raden Ronggo Prawirodirjo III melawan dengan membakar dan menjarah beberapa daerah yang dikuasai Keraton Surakarta yang bekerja sama dengan Belanda. Sang Sultan Yogyakarta berjanji ke Belanda untuk bergerak menangkap Raden Ronggo.
Namun, mertua Pangeran Diponegoro dengan cerdik berhasil kabur pada malam hari di tanggal 20 November 1810. Raden Ronggo melarikan diri dengan 300 orang bersenjata ke Madiun.
Jejak pelarian Raden Ronggo III ditemukan di kediamannya Yogyakarta melalui dua surat dengan isi yang sama kepada Tumenggung Notodiningrat dan Tumenggung Sumodiningrat. Ini seperti dikisahkan pada buku "Antara Lawu dan Wilis: Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Belanda 1934-1938.
Surat ini berisi informasi bahwa Raden Ronggo telah merencanakan berperang melawan orang-orang Eropa dan Surakarta serta bakal menjalani hidup mengembara. Sang bupati meminta agar keraton dijaga dengan baik dan jembatan menuju Yogyakarta dihancurkan.
Hal ini bertujuan agar tidak ada pasukan yang dapat dikirim ke sana. Di dalam surat, 2 Tumenggung diminta untuk menyampaikan ini ke hadapan Sultan Yogyakarta lalu Raden Ronggo meminta agar sultan mendukung usaha ini.
Pada perjalanan menuju Madiun, Raden Ronggo sempat membakar dan menjarah beberapa desa kekuasaan Solo. Dia juga menyerukan agar semua orang Jawa dan orang Tionghoa menggulingkan otoritas Eropa bersamanya sekaligus menghancurkan Surakarta.
Lebih dari itu, dia juga menyematkan gelar Susuhunan Prabu Ingalaga kepada dirinya. Setelah menyatakan itu, dia memimpin dengan payung yang di perada emas dan mengangkat beberapa bupati, termasuk Bupati Purwodadi sebagai pangeran.
Tinjauan berbagai peristiwa penting tadi mencatat bahwa timbul kekecewaan yang besar dalam diri sultan dari peristiwa tidak terduga itu. Tindakan pemberontakan yang dianggap oleh Raden Ronggo III membuat Sultan Yogya marah.
Sultan Yogya menyampaikan rasa cemasnya pada marsekal dan pemerintah kolonial Eropa sekaligus menyatakan ketidakbersalahan dirinya. Tindakan ini segera diikuti dengan sebuah kesepakatan bersama Menteri (Residen) Pieter Engelhard tentang langkah-langkah efektif yang harus dilakukan selanjutnya.
Pertemuan pun digelar antara Keraton Yogyakarta dan Belanda. Dari pertemuan itu diputuskan bahwa Raden Ronggo Prawirodirjo III akan ditangkap. Kesiapan pasukan pun dilakukan baik dari Kesultanan Yogyakarta maupun Belanda.
Lihat Juga: Sosok Sultanah Nahrasiyah, Raja Samudera Pasai yang Juga Pemimpin Perempuan Islam Pertama di Asia Tenggara
Kala itu, Raden Ronggo Prawirodirjo III melawan dengan membakar dan menjarah beberapa daerah yang dikuasai Keraton Surakarta yang bekerja sama dengan Belanda. Sang Sultan Yogyakarta berjanji ke Belanda untuk bergerak menangkap Raden Ronggo.
Namun, mertua Pangeran Diponegoro dengan cerdik berhasil kabur pada malam hari di tanggal 20 November 1810. Raden Ronggo melarikan diri dengan 300 orang bersenjata ke Madiun.
Jejak pelarian Raden Ronggo III ditemukan di kediamannya Yogyakarta melalui dua surat dengan isi yang sama kepada Tumenggung Notodiningrat dan Tumenggung Sumodiningrat. Ini seperti dikisahkan pada buku "Antara Lawu dan Wilis: Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Belanda 1934-1938.
Surat ini berisi informasi bahwa Raden Ronggo telah merencanakan berperang melawan orang-orang Eropa dan Surakarta serta bakal menjalani hidup mengembara. Sang bupati meminta agar keraton dijaga dengan baik dan jembatan menuju Yogyakarta dihancurkan.
Hal ini bertujuan agar tidak ada pasukan yang dapat dikirim ke sana. Di dalam surat, 2 Tumenggung diminta untuk menyampaikan ini ke hadapan Sultan Yogyakarta lalu Raden Ronggo meminta agar sultan mendukung usaha ini.
Pada perjalanan menuju Madiun, Raden Ronggo sempat membakar dan menjarah beberapa desa kekuasaan Solo. Dia juga menyerukan agar semua orang Jawa dan orang Tionghoa menggulingkan otoritas Eropa bersamanya sekaligus menghancurkan Surakarta.
Lebih dari itu, dia juga menyematkan gelar Susuhunan Prabu Ingalaga kepada dirinya. Setelah menyatakan itu, dia memimpin dengan payung yang di perada emas dan mengangkat beberapa bupati, termasuk Bupati Purwodadi sebagai pangeran.
Tinjauan berbagai peristiwa penting tadi mencatat bahwa timbul kekecewaan yang besar dalam diri sultan dari peristiwa tidak terduga itu. Tindakan pemberontakan yang dianggap oleh Raden Ronggo III membuat Sultan Yogya marah.
Sultan Yogya menyampaikan rasa cemasnya pada marsekal dan pemerintah kolonial Eropa sekaligus menyatakan ketidakbersalahan dirinya. Tindakan ini segera diikuti dengan sebuah kesepakatan bersama Menteri (Residen) Pieter Engelhard tentang langkah-langkah efektif yang harus dilakukan selanjutnya.
Pertemuan pun digelar antara Keraton Yogyakarta dan Belanda. Dari pertemuan itu diputuskan bahwa Raden Ronggo Prawirodirjo III akan ditangkap. Kesiapan pasukan pun dilakukan baik dari Kesultanan Yogyakarta maupun Belanda.
Lihat Juga: Sosok Sultanah Nahrasiyah, Raja Samudera Pasai yang Juga Pemimpin Perempuan Islam Pertama di Asia Tenggara
(jon)