Kaya Rayanya Kerajaan Mataram, Komandan Perang Digaji dengan Emas
loading...
A
A
A
Di berita pertama itu ditafsirkan oleh para sejarawan dikutip dari 'Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno', sebagai berita China di masa pemerintahan Rakai Watukara Dyah Balitung.
Sebab ta-tso-kan-hiung ditafsirkan sebagai Daksa, saudara raja yang gagah berani. Kenyataannya memang Daksa memegang jabatan rakryan mapatih i hino dalam pemerintahan Rakai Watukura, jadi sebagai calon pengganti raja.
Akan tetapi, mengenai jumlah pejabat memang sulit diterangkan, karena seperti yang telah disebutkan di atas data epigrafis dari zaman ini hanya menunjukkan 17 atau 18 pejabat tinggi kerajaan, termasuk putra mahkota.
Berita yang kedua lebih terperinci, dan dalam beberapa hal memang sesuai dengan data epigrafis.
Sudah diketahui adanya tiga, bahkan sebenarnya empat orang putra raja yang duduk dalam hierarki pemerintahan.
Akan tetapi, bahwa selanjutnya ada samgat, dan 4 rakryan tidaklah sesuai, karena kenyataannya ada 4 samgat dan 5 orang rakryan.
Keterangan bahwa mereka itu tidak memperoleh gaji tetap, tetapi memperoleh hasil bumi setengah tahun sekali, dapat ditafsirkan bahwa mereka itu memperoleh tanah lungguh, dan harus hidup dari penghasilan daerah lungguhnya.
Sebab ta-tso-kan-hiung ditafsirkan sebagai Daksa, saudara raja yang gagah berani. Kenyataannya memang Daksa memegang jabatan rakryan mapatih i hino dalam pemerintahan Rakai Watukura, jadi sebagai calon pengganti raja.
Akan tetapi, mengenai jumlah pejabat memang sulit diterangkan, karena seperti yang telah disebutkan di atas data epigrafis dari zaman ini hanya menunjukkan 17 atau 18 pejabat tinggi kerajaan, termasuk putra mahkota.
Berita yang kedua lebih terperinci, dan dalam beberapa hal memang sesuai dengan data epigrafis.
Sudah diketahui adanya tiga, bahkan sebenarnya empat orang putra raja yang duduk dalam hierarki pemerintahan.
Akan tetapi, bahwa selanjutnya ada samgat, dan 4 rakryan tidaklah sesuai, karena kenyataannya ada 4 samgat dan 5 orang rakryan.
Keterangan bahwa mereka itu tidak memperoleh gaji tetap, tetapi memperoleh hasil bumi setengah tahun sekali, dapat ditafsirkan bahwa mereka itu memperoleh tanah lungguh, dan harus hidup dari penghasilan daerah lungguhnya.
(shf)