Kisah Duel Sengit Sunan Bonang dengan Blacak Ngilo hingga Munculnya Goa Sentono

Minggu, 03 Desember 2023 - 06:28 WIB
loading...
A A A


Selain itu, Ki Blacak Ngilo juga memerintahkan agar setiap keluarga yang memiliki anak perempuan harus menyerahkannya sebagai selirnya. Ketegangan merayap di kalangan masyarakat, terutama setiap malam bulan purnama, mereka diwajibkan menyediakan darah manusia sebagai tumbal untuk memperkuat kesaktiannya.

Tindakan sewenang-wenang dan tidak wajar itu terdengar oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Oleh karenanya, Sunan Bonang mengirim salah satu utusannya untuk menghadap Blacak Ngilo dengan pesan agar Blacak Ngilo menghentikan perilaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya, meninggalkan penyembahan berhala, dan mengikuti ajaran Islam dengan tulus dan benar.

Sunan Bonang menyetujuinya, tetapi dengan beberapa syarat. Jika Sunan Bonang kalah, beliau bersedia menjadi pengikut Blacak Ngilo, dan sebaliknya, jika Blacak Ngilo kalah, ia harus meninggalkan semua perilaku buruknya dan memeluk Islam. Kedua belah pihak menyetujui persyaratan tersebut.

Pertarungan sengit pun dimulai. Kedua tokoh ini, sama-sama memiliki kekuatan yang luar biasa, dan pada hari pertama, hari kedua, bahkan hingga hari keenam, belum terlihat siapa yang kalah atau menang.

Namun, pada hari ketujuh, Blacak Ngilo mulai merasa kelelahan. Meskipun begitu, karena kesombongannya, ia enggan mengakui kehebatan Sunan Bonang. Di saat seperti itu, Blacak Ngilo menggunakan akal liciknya untuk melarikan diri dari medan pertarungan. Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Blacak Ngilo memasuki perut bumi untuk menghindar.

Sunan Bonang tidak mau kalah. Ia mengejar Blacak Ngilo hingga ke dalam perut bumi, dan akhirnya terjadi kejar-kejaran di dalam tanah. Setiap kali Ki Sentono alias Blacak Ngilo muncul di permukaan tanah, Sunan Bonang selalu berada di belakangnya. Bahkan, saat Blacak Ngilo melarikan diri ke daerah Tuban (Jawa Timur), Sunan Bonang juga muncul di sana.

Setelah merasa kelelahan, Blacak Ngilo meminta Sunan Bonang untuk memberikan waktu istirahat. Permintaan tersebut dikabulkan oleh Sunan Bonang.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Blacak Ngilo mencari tempat untuk beristirahat, yang dalam bahasa Jawa disebut semende atau senderan. Tempat istirahat Blacak Ngilo inilah yang kemudian memberi nama pada Desa Menden, berasal dari kata semenden/senden.

Akhirnya, Blacak Ngilo mengakui kekalahannya dan bersedia memeluk agama Islam serta menjadi pengikut Sunan Bonang untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah Menden. Lubang-lubang dalam tanah bekas kejar-kejaran antara Sunan Bonang dan Blacak Ngilo meninggalkan bekas berupa goa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1997 seconds (0.1#10.140)