Kisah Duel Sengit Sunan Bonang dengan Blacak Ngilo hingga Munculnya Goa Sentono

Minggu, 03 Desember 2023 - 06:28 WIB
loading...
Kisah Duel Sengit Sunan...
Sunan Bonang. Foto/Istimewa
A A A
Kisah duel sengit Sunan Bonang dengan Blacak Ngilo, mantan prajurit Majapahit yang melahirkan Goa Sentono di Blora, Jawa Tengah menarik untuk dikulik. Diketahui Goa Sentono merupakan sebuah destinasi wisata alam yang memikat dengan sentuhan sejarahnya.

Namun di balik keindahannya ada sebuah kisah yang patut diambil pelajaran dan tak boleh dilupakan dari keberadaan goa tersebut.Konon, ada seorang ulama penyebar agama Islam yang sempat berduel sengit dengan pendiri padepokan di Dusun Sentono.

Kisah Duel Sengit Sunan Bonang dengan Blacak Ngilo hingga Munculnya Goa Sentono


Ya, dia adalah Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonan, salah satu ulama anggota Wali Songo sebagai penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang juga dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan sejumlah perangkat seni, termasuk gamelan, juga karya sastra.

Sunan Bonang terkenal membela masyarakat kecil yang lemah. Bahkan kendati tak seiman dengannya, Sunan Bonang tetap vokal memberikan pembelaan selama ada penguasa yang tega memperalat masyarakat kecil.



Suatu ketika ada seorang penguasa wilayah bernama Blacak Ngilo. Dia merupakan bekas prajurit Majapahit yang melarikan diri saat terjadi perang. Blacak Ngilo ini memimpin di sebuah padepokan bernama Sentono, yang menguasai suatu wilayah di pesisir utara Pulau Jawa.

Sebagaimana dikisahkan dalam buku "Sunan Bonang Wali Keramat : Karomah, Kesaktian, dan Ajaran - Ajaran Hidup Sang Waliullah", tulisan Asti Musman, padepokan Blacak Ngilo ini begitu termasyhur dan mempunyai banyak murid. Saat itu Blacak Ngilo mengajarkan berbagai ilmu, mulai dari cara bercocok tanam, budi pekerti, spiritual, dan olah kanuragan.

Padepokan Sentono ini terletak di tepi aliran Bengawan Solo, yang memang strategis untuk pertanian. Sehingga bukan hal yang aneh jika Padepokan Sentono membuat wilayah sekitarnya berhasil mengalami perkembangan pesat dan luar biasa. Bahkan Blacak Ngilo oleh para pengikutnya diperlakukan seperti raja.

Sayangnya, lambat laun Blacak Ngilo justru berubah menjadi orang yang sewenang-wenang, terhadap para pengikut dan masyarakat. Bahkan warga desa dipaksa untuk menyumbangkan lebih dari separuh hasil panen mereka.



Selain itu, Ki Blacak Ngilo juga memerintahkan agar setiap keluarga yang memiliki anak perempuan harus menyerahkannya sebagai selirnya. Ketegangan merayap di kalangan masyarakat, terutama setiap malam bulan purnama, mereka diwajibkan menyediakan darah manusia sebagai tumbal untuk memperkuat kesaktiannya.

Tindakan sewenang-wenang dan tidak wajar itu terdengar oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Oleh karenanya, Sunan Bonang mengirim salah satu utusannya untuk menghadap Blacak Ngilo dengan pesan agar Blacak Ngilo menghentikan perilaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya, meninggalkan penyembahan berhala, dan mengikuti ajaran Islam dengan tulus dan benar.

Sunan Bonang menyetujuinya, tetapi dengan beberapa syarat. Jika Sunan Bonang kalah, beliau bersedia menjadi pengikut Blacak Ngilo, dan sebaliknya, jika Blacak Ngilo kalah, ia harus meninggalkan semua perilaku buruknya dan memeluk Islam. Kedua belah pihak menyetujui persyaratan tersebut.

Pertarungan sengit pun dimulai. Kedua tokoh ini, sama-sama memiliki kekuatan yang luar biasa, dan pada hari pertama, hari kedua, bahkan hingga hari keenam, belum terlihat siapa yang kalah atau menang.

Namun, pada hari ketujuh, Blacak Ngilo mulai merasa kelelahan. Meskipun begitu, karena kesombongannya, ia enggan mengakui kehebatan Sunan Bonang. Di saat seperti itu, Blacak Ngilo menggunakan akal liciknya untuk melarikan diri dari medan pertarungan. Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Blacak Ngilo memasuki perut bumi untuk menghindar.

Sunan Bonang tidak mau kalah. Ia mengejar Blacak Ngilo hingga ke dalam perut bumi, dan akhirnya terjadi kejar-kejaran di dalam tanah. Setiap kali Ki Sentono alias Blacak Ngilo muncul di permukaan tanah, Sunan Bonang selalu berada di belakangnya. Bahkan, saat Blacak Ngilo melarikan diri ke daerah Tuban (Jawa Timur), Sunan Bonang juga muncul di sana.

Setelah merasa kelelahan, Blacak Ngilo meminta Sunan Bonang untuk memberikan waktu istirahat. Permintaan tersebut dikabulkan oleh Sunan Bonang.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Blacak Ngilo mencari tempat untuk beristirahat, yang dalam bahasa Jawa disebut semende atau senderan. Tempat istirahat Blacak Ngilo inilah yang kemudian memberi nama pada Desa Menden, berasal dari kata semenden/senden.

Akhirnya, Blacak Ngilo mengakui kekalahannya dan bersedia memeluk agama Islam serta menjadi pengikut Sunan Bonang untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah Menden. Lubang-lubang dalam tanah bekas kejar-kejaran antara Sunan Bonang dan Blacak Ngilo meninggalkan bekas berupa goa.

Goa ini kemudian diberi nama Goa Sentono. Wilayah sekitar goa disebut Dusun Sentono, yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1236 seconds (0.1#10.140)