Kisah Benny Moerdani, Jenderal Kopassus yang Tersakiti hingga Banting Baret Merah

Kamis, 12 Oktober 2023 - 12:04 WIB
loading...
Kisah Benny Moerdani, Jenderal Kopassus yang Tersakiti hingga Banting Baret Merah
Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani atau akrab dikenal Benny Moerdany. Foto/Ist.
A A A
Wajahnya terlihat kaku tanpa senyum, dan menyimpan misteri. Sebagai jenderal TNI yang kenyang makan asam garam di dunia intelijen, membuat kehidupan Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benyamin (LB) Moerdani atau Benny Moerdani selalu diselimuti misteri.



Benny Moerdani merupakan salah satu tokoh militer Indonesia yang hidup di masa revolusi hingga kejayaan orde baru. Benny Moerdani bersama Ali Moertopo dan Yoga Sugomo, memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Soeharto. Bahkan Benny Moerdani sempat menjabat sebagai Panglima ABRI (1983-1988).



Dia juga pernah dipercaya sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (1988-1993). Selama berkarier di dunia militer, Benny Moerdani juga pernah memimpin sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).



Karier ketentaraan Benny Moerdani diketahui melesat dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang saat itu masih bernama RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat). Sejak tahun 1956, yakni saat KKAD (Kesatuan Komando Angkatan Darat) berubah nama RPKAD, Benny Moerdany telah menjadi komandan kompi.

Sejak awal ia menjadi pelatih bagi prajurit yang hendak mengikuti seleksi masuk RPKAD. Tidak heran, Benny Moerdani begitu kaget sekaligus gusar ketika tiba-tiba diminta ke luar dari RPKAD. Perintah meninggalkan RPKAD itu datang langsung dari Menteri/Pangad Letjen Ahmad Yani.

Yani yang pada peristiwa G30S PKI atau gerakan 30 September 1965 menjadi salah satu korban penculikan sekaligus pembunuhan, meminta Benny Moerdani melapor kepada Pangkostrad Soeharto.

"Benny Moerdani terperanjat karena perintah lisan Yani melapor kepada Panglima Kostrad Soeharto, berarti dia harus meninggalkan RPKAD," demikian dikutip dari buku Legenda Pasukan Komando Dari Kopassus Sampai Operasi Khusus (2017).

Pada 6 Januari 1965 atau delapan bulan sebelum peristiwa G30S PKI, Benny Moerdani menyerahkan jabatan komandan Batalyon I RPKAD kepada Chalimie Iman Santosa. Iman Santosa merupakan rekan Benny sesama alumni P3AD Bandung, dan sekaligus bekas anak buahnya dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta.



Apa salah Benny Moerdani dikeluarkan dari RPKAD? Ternyata sanksi yang diterima Benny Moerdani sehingga harus meninggalkan RPKAD, terkait dengan protes kerasnya atas kebijakan baru di tubuh RPKAD.

Ia memprotes kebijakan komandan RPKAD Kolonel Moeng Parhadimoeljo, yang membersihkan RPKAD dari anggota yang invalid atau cacat. Moeng berdalih kebijakan itu untuk menyehatkan RPKAD.

Korban dari kebijakan baru itu adalah Agus Hernoto, perwira operasi dalam Batalyon I RPKAD yang dipimpin Benny Moerdani. Agus Hernoto merupakan perwira berkaki satu setelah sebelah kakinya diamputasi akibat bertempur dalam operasi pembebasan Irian Barat (Papua).

Benny Moerdani tidak terima. Dia mempermasalahkan kebijakan baru yang dirumuskan sejumlah perwira staf dalam rapat di markas RPKAD di Cijantung akhir tahun 1964. "Dia menegaskan, bahwa dirinya tidak rela kalau Agus harus dikeluarkan dari RPKAD. Benny mengenang pengalamannya dengan Agus dan menyatakan pembelaannya".

Entah siapa yang membocorkan. Kritik Benny Moerdani dalam rapat itu sampai ke telinga Ahmad Yani. Pada 4 Januari 1965 Benny Moerdani dipanggil untuk menghadap ke Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).



Dalam pembicaraan berbahasa Belanda, Yani menyalahkan Benny Moerdani sekaligus menudingnya tidak beretika karena menyampaikan penilaian atas kebijakan komandannya. Benny Moerdani dimutasi ke Kostrad. Sementara Kolonel Moeng Parhadimoeljo dipindahkan ke Kalimantan.

Sebelum dimutasi ke Kostrad, Benny Moerdani ternyata juga mempersoalkan pengangkatan Letkol Sarwo Edhie Wibowo sebagai komandan RPKAD menggantikan Moeng Parhadimoeljo. Benny Moerdani lebih setuju komandan RPKAD dijabat Letkol Widjojo Soejono, yakni dengan alasan lebih senior sekaligus berpengalaman daripada Sarwo Edhie.

Ahmad Yani lebih memilih Sarwo Edhie, karena teman dekat dan sekaligus berasal dari satu daerah, yakni Purworejo Jawa Tengah. Protes Benny Moerdani terkait pengangkatan Sarwo Edhie membuat Ahmad Yani murka, dan sontak memerintahkan Benny keluar dari RPKAD.

Pengusiran Benny Moerdani dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap RPKAD. Tiga jam setelah menerima perintah ke luar dari RPKAD, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati Benny Moerdani dengan geram berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.

"Saya sudah berjanji kepada diri sendiri, bahwa saya tidak akan memakai Baret Merah lagi, setelah mereka mengusir saya dari Cijantung," kata Benny Moerdani seperti dikutip dari Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009).



Janji dalam hati itu terpaksa dilanggar, saat Benny Moerdani menjabat Panglima ABRI (sekarang TNI). Benny tengah menganugerahi gelar kehormatan Baret Merah kepada Yang Dipertuan Agong Malaysia Sultan Iskandar pada tahun 1985.

Setengah jam sebelum upacara seremonial digelar, di ruang kerja Komandan Kopassus, Sintong Panjaitan memberikan Baret Merah kepada Benny Moerdani. "Ini Baret Merah bapak yang akan bapak pakai dalam upacara nanti," kata Sintong.

Baret Merah diterima Benny Moerdani dengan wajah kurang suka. Benny Moerdani mencoba memakainya sambil berdiri, namun tiba-tiba Baret Merah itu dilempar ke meja di depan Sintong Panjaitan dan jatuh ke lantai.

"Benny tidak mengucapkan sepatah kata pun, lalu duduk kembali". Suasana di ruangan sontak mencekam. Oleh Sintong, Baret Merah itu diambil dan diletakkan di atas meja kerja.

Sebagai Komandan Kopassus, Sintong Panjaitan mengatakan kepada Benny Moerdani tidak sepantasnya melakukan hal demikian. Sebab bagaimanapun Benny Moerdani tidak bisa dipisahkan dari Korps Baret Merah.

Hal itu disampaikan Sintong saat Benny Moerdani berjalan menuju kamar kecil. Meski masih menyimpan sakit hati, oleh Benny Moerdani ucapan Sintong didengarnya. Saat upacara seremonial dimulai, Benny Moerdani bersedia mengenakan Baret Merah.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2153 seconds (0.1#10.140)