Kisah Perjalanan Spiritual Pangeran Diponegoro Bertapa di Pesisir Selatan Yogya
loading...
A
A
A
Pangeran Diponegoro muda memulai perjalanan spiritualnya di usia 20 tahun. Sang pangeran bertapa di gua pesisir laut selatan sambil melakukan perjalanannya dari Tegalrejo menuju laut selatan dan sejumlah pondok pesantren.
Pangeran Diponegoro melakukan perjalanan sekitar bulan April 1805 dalam persiapan ziarah ke pantai selatan. Sebelum ke pantai selatan, Diponegoro melakukan serangkaian kunjungan ke masjid dan pesantren di Yogyakarta.
Pentingnya kunjungan itu untuk melengkapi pendidikannya sebagai santri dan untuk mengenali guru yang pantas membimbing perkembangan keagamaannya ke tingkatan lebih lanjut.
Peter Carey pada bukunya “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 -1855” mengisahkan Pangeran Diponegoro juga mengganti namanya menjadi Syekh Ngabdurahim, yang ia pakai selama perjalanan dengan tujuan agar ia tidak dikenali orang.
Nama ini diambil dari bahasa Arab Shaykh Abd al Rahim, yang kemungkinan diusulkan oleh salah satu penasihat spiritualnya di Tegalrejo. Penggunaan nama islam seperti itu bukan sesuatu yang luar biasa di kalangan pangeran Jawa pada masa itu.
Pangeran Dipowijoyo I, putra Sultan Pertama pun mengubah namanya menjadi Pangeran Muhammad Abubakar, saat bersiap diri menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada 1810.
Sebelum perjalanan ini, Diponegoro mencukur rambutnya agar selama berkelana ke pesantren - pesantren tidak menarik perhatian para santri.
Pangeran Diponegoro seorang kasta tertinggi dan orang yang dihormati memilih untuk menyamar dengan mengenakan pakaian biasa, sehingga hanya sedikit orang yang dapat mengenalinya.
Pangeran Diponegoro melakukan perjalanan sekitar bulan April 1805 dalam persiapan ziarah ke pantai selatan. Sebelum ke pantai selatan, Diponegoro melakukan serangkaian kunjungan ke masjid dan pesantren di Yogyakarta.
Pentingnya kunjungan itu untuk melengkapi pendidikannya sebagai santri dan untuk mengenali guru yang pantas membimbing perkembangan keagamaannya ke tingkatan lebih lanjut.
Peter Carey pada bukunya “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 -1855” mengisahkan Pangeran Diponegoro juga mengganti namanya menjadi Syekh Ngabdurahim, yang ia pakai selama perjalanan dengan tujuan agar ia tidak dikenali orang.
Nama ini diambil dari bahasa Arab Shaykh Abd al Rahim, yang kemungkinan diusulkan oleh salah satu penasihat spiritualnya di Tegalrejo. Penggunaan nama islam seperti itu bukan sesuatu yang luar biasa di kalangan pangeran Jawa pada masa itu.
Pangeran Dipowijoyo I, putra Sultan Pertama pun mengubah namanya menjadi Pangeran Muhammad Abubakar, saat bersiap diri menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada 1810.
Sebelum perjalanan ini, Diponegoro mencukur rambutnya agar selama berkelana ke pesantren - pesantren tidak menarik perhatian para santri.
Pangeran Diponegoro seorang kasta tertinggi dan orang yang dihormati memilih untuk menyamar dengan mengenakan pakaian biasa, sehingga hanya sedikit orang yang dapat mengenalinya.