Kisah Perseteruan Masyumi dan PKI, Kian Meruncing Jelang Pemilu 1955
loading...
A
A
A
Perseteruan PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan Masyumi, nyaris abadi. Perseteruan itu, kian meruncing menjelang Pemilu 1955. Pertentangan kedua partai politik tersebut, semakin vulgar dan menjadi-jadi.
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 menjadi senjata bagi Masyumi untuk menyerang PKI. Masyumi terus melakukan serangan politik terhadap PKI, dengan mengingatkan memori publik atas peristiwa pemberontakan tersebut.
Orang-orang Masyumi mengkampanyekan kepada publik, utamanya di kota-kota besar, bahwa PKI yang dipimpin oleh Musso atau Munawar Musso, dan Amir Sjarifuddin di Madiun, pernah berusaha menggulingkan Pemerintahan Soekarno-Hatta.
Para juru bicara Masyumi tak berhenti menuding PKI sebagai kaki tangan Moskow. Mereka juga terus mengungkit pemberontakan PKI, dengan memperingati peristiwa Madiun 1948 sebagai Hari Berkabung Nasional.
Peristiwa berdarah di Madiun, pada tahun 1948 begitu membekas di kalangan Masyumi. Pasalnya, selain dari unsur NU dan PNI, dalam peristiwa Madiun tersebut tak sedikit orang-orang Masyumi yang juga menjadi korban orang-orang komunis.
Serangan yang paling menohok dari Masyumi adalah, memberi penekanan pada sikap anti agama komunisme. Pukulan politik itu terutama dilancarkan oleh Isa Anshary, tokoh Masyumi di Jawa Barat.
Masyumi berusaha keras membuat garis pemisah yang jelas, antara komunis dengan partai-partai lain. "Menggunakan dengan efektif pernyataan Chou En Lai pada Konferensi Bandung: Kami orang Komunis atheis," demikian dikutip dari buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia (1971).
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 menjadi senjata bagi Masyumi untuk menyerang PKI. Masyumi terus melakukan serangan politik terhadap PKI, dengan mengingatkan memori publik atas peristiwa pemberontakan tersebut.
Orang-orang Masyumi mengkampanyekan kepada publik, utamanya di kota-kota besar, bahwa PKI yang dipimpin oleh Musso atau Munawar Musso, dan Amir Sjarifuddin di Madiun, pernah berusaha menggulingkan Pemerintahan Soekarno-Hatta.
Para juru bicara Masyumi tak berhenti menuding PKI sebagai kaki tangan Moskow. Mereka juga terus mengungkit pemberontakan PKI, dengan memperingati peristiwa Madiun 1948 sebagai Hari Berkabung Nasional.
Peristiwa berdarah di Madiun, pada tahun 1948 begitu membekas di kalangan Masyumi. Pasalnya, selain dari unsur NU dan PNI, dalam peristiwa Madiun tersebut tak sedikit orang-orang Masyumi yang juga menjadi korban orang-orang komunis.
Serangan yang paling menohok dari Masyumi adalah, memberi penekanan pada sikap anti agama komunisme. Pukulan politik itu terutama dilancarkan oleh Isa Anshary, tokoh Masyumi di Jawa Barat.
Masyumi berusaha keras membuat garis pemisah yang jelas, antara komunis dengan partai-partai lain. "Menggunakan dengan efektif pernyataan Chou En Lai pada Konferensi Bandung: Kami orang Komunis atheis," demikian dikutip dari buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia (1971).