Momen Belanda Intervensi Kebijakan Keraton Yogya usai Perlawanan Raden Ronggo

Sabtu, 05 Agustus 2023 - 06:39 WIB
loading...
A A A
Panglima Komandan Ekspedisi, Brigadir Jenderal (pasca-1821, Letnan Jenderal) Hendrik Merkus de Kock yang menjabat pada 1779 - 1845), yang nanti akan kita jumpai lagi sebagai Panglima tertinggi bala tentara Belanda selama Perang Jawa, menerima jumlah yang sama.

Uang bayaran sebesar itu merupakan langkah pertama upaya pemiskinan kesultanan, suatu kondisi yang membuat mantan pejabat VOC, seperti Wouter Hendrik van Ijsseldijk yang menjabat pada 1757-1817, terkejut mengunjungi keraton-keraton setelah restorasi kekuasan Belanda di tahun 1816.



Daendels tiba di Yogya pada 28 Desember dan langsung menuju kediaman Residen, seraya memanggil Sultan untuk menemuinya di sana tanpa lebih dulu berkunjung ke keraton, sesuai adat kebiasaan yang berlaku. Sungguh suatu pelanggaran etika sopan santun yang sangat kasar.

Pangeran Diponegoro melukiskan bagaimana persiapan perlawanan militer dilakukan menyambut kedatangan Daendels dengan Sumodiningrat yang suka perang, berdiri paling depan, namun Sultan terlalu banyak pertimbangan untuk sesegera mungkin bertindak.

Pada 31 Desember tahun yang sama, Sultan setuju tanpa protes alias setuju dengan diam pada tuntutan gubernur jenderal.

Sultan menandatangani sebuah pernyataan yang menyerahkan pemerintahan Yogyakarta kepada putra mahkota, yang akan memerintah sebagai "Pangeran Wall" dengan menyandang gelar yang sudah ada sebelumnya, Raja Putro Narendro Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro.



Sepintas, Daendels seperti telah membuat revolusi politik dan ia langsung sesumbar kepada Dewan Hindia di Batavia bahwa “demikianlah yang terjadi”. Namun, dalam kenyataan tidak ada perubahan apa pun.

Sumber-sumber Jawa kemudian menjelaskan, bahwa Putra Mahkota bila bertindak tetaplah dengan seizin Sultan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1885 seconds (0.1#10.140)