Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu

Minggu, 02 Juli 2023 - 16:51 WIB
loading...
Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu
Peta pusat gempa utama dan gempa susulan yang mengguncang Yogyakarta, sejak Jumat (30/6/2023) malam. Foto/Dok. BMKG/Tangkapan Layar Twitter @DaryonoBMKG
A A A
BANTUL - Gempa besar mengangetkan warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta, pada Jumat Pahing (30/6/2023) malam. Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, gempa di penghujung bulan Juni 2023 tersebut, terjadi sekitar pukul 19.57 WIB.



Getaran gempa tak hanya dirasakan warga di Kabupaten Bantul saja, namun merembet ke Kabupaten Gunungkidul, hingga pusat Kota Yogyakarta. Masyarakat di wilayah Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga tak kalah panik saat gempa terjadi, karena meresakan getaran yang sangat kuat dan lama.



Guncangan gempa itu dirasakan mulai dari Kabupaten Wonogiri, Klateng, hingga Surakarta di Jawa Tengah. Sementara di Jawa Timur, guncangannya terasa kuat di Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Malang, hingga Mojokerto.

Gempa Bantul dengan kekuatan magnitudo (M) 6,4 tersebut, guncangannya begitu kuat dan menyebar di berbagai wilayah. Diduga, selain akibat besarnya guncangan gempa, pusat gempa berada di jalur sumber gempa megathrust segmen Jawa Tengah, dan dan Jawa Barat.

Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), disebutkan gempa Bantul, mengakibatkan kerusakan pada sebanyak 269 rumah, sembilan tempat, lima fasilitas pendidikan, lima tempat usaha, dua fasilitas kesehatan, tiga kandang, dua pabrik, 12 kantor, dan empat unit jaringan listrik.



Tak hanya itu, BNPB menyebut gempa Bantul juga mengakibatkan satu korban meninggal dunia, dan 14 luka-luka. Kerusakan bangunan rumah, juga mengakibatkan sebanyak 227 kepala keluarga terdampak, dan tujuh kepala keluarga terpaksa mengungsi. Wilayah terdampak gempa Bantul, meliputi tiga provinsi, serta 180 kabupaten dan kota.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam unggahannya di akun Twitternya, @DaryonoBMKG menjelaskan, gempa bumi tersebut mengakibatkan banyak kerusakan di wilayah Kabupaten Bantul. Hal ini diduga juga akibat efek tapak, di mana kondisi tanah di wilayah Kabupaten Bantul lunak.

Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu

Peta seismisitas Provinsi Jawa Tengah. Foto/@DaryonoBMKG

Selain itu, dalam unggahannya Daryono juga mengungkapkan, Kabupaten Bantul, merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks, karena terletak pada jalur sumber gempa sesar aktif, yaitu Sesar Opak yang memiliki potensi gempa berkekuatan Moment magnitudo (Mw) 6,6.

Dilansir dari magma.esdm.go.id, Moment magnitude (Mw) merupakan salah satu skala magnitudo yang menggambarkan besarnya energi yang dilepaskan selama gempa bumi, mulai dari awal sumber gempa bumi bergerak hingga berhenti.



Daryono juga mengungkapkan, wilayah Kabupaten Bantul juga berdekatan dengan jalur sumber gempa megathrust segmen Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Jalur ini memiliki potensi gempa bumi dengan kekuatan Mw8,7.

"Berdasarkan peta seismisitas Pulau Jawa dan sekitarnya, tampak bahwa sumber gempa megathrust selatan Jawa, dan Sesar Opak, tampak sangat aktif memicu gempa dangkal dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman," tulis Daryono, dalam akunnya @Daryono BMKG.

Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu

Catatan gempa merusak di Bantul, Yogyakarta. Foto/@DaryonoBMKG

Gempa merusak yang tercatat pernah terjadi di wilayah Kabupaten Bantul, menurut Daryono pertama kali tercatat pada tahun 1840. "Menurut Newcomb dan McCann (1987), gempa ini terjadi pada 4 Januari 19840. Daerah yang mengalami kerusakan meliputi Kebumen, Purworejo, Bantul, Salatiga, Demak, Semarang, Kendal, dan Banjarnegara," ungkapnya.

Dari catatan tersebut, gempa merusak kedua yang pernah terjadi di Bantul adalah pada 10 Juni 1867. Gempa ini menyebabkan ribuan rumah rusak, dan lebih dari 500 orang meninggal dunia. Gempa terasa hingga Klaten, Salatiga, dan Sragen.



Berikutnya gempa terjadi pada 23 Juli 1943, hingga mengakibatkan kerusakan di Cilacap, Tegal, Purwokerto, Kebumen, Purworejo, Bantul, dan Pacitan. Korban meninggal dunia lebih dari 213 orang. Korban luka sebanyak 2.096 orang, dan 15.275 rumah rusak.

Gempa besar di Bantul pada era modern yang sangat merusak, terjadi pada 27 Mei 2006. Kala itu kekuatan gempa mencapai M6,4. Akibat gempa ini, sebanyak 6.000 orang meninggal dunia.

Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu

Catatan tsunami di selatan Jawa, yang dipicu oleh gempa. Foto/@DaryonoBMKG

Saat terjadi gempa di Bantul pada 4 Januari 1840, dan 20 Oktober 1959, dalam grafis data yang diunggah Daryono juga disebutkan, gempa disertai dengan datangnya gelombang tsunami.

Daryono menyebutkan, sejumlah tsunami besar tercatat pernah terjadi di akibat gempa bumi di selatan Pulau Jawa. Yakni tsunami di Banyuwangi, yang terjadi pada tahun 1818, di mana ketinggian air laut mengalami kenaikan hingga 3,5 meter.



Tsunami di selatan Pulau Jawa, dalam grafis yang diunggah Daryono juga kembali terjadi di tahun 1840, 1959, 1904, dan 1921. Saat Indonesia telah merdeka, tsunami di selatan Jawa tercatat terjadi pada tahun 1957.

Kemudian tsunami kembali terjadi di Banyuwangi tahun 1994 hingga menelan 250 korban jiwa, dan 15 orang hilang. Terakhir tsunami di Pangandaran-Cilacap tahun 2006 hingga mengakibatkan 668 orang meninggal dunia.

Gempa Bantul pada Jumat Pahing Bersifat Merusak, Begini Penjelasan Mantri Lindu

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB). Foto/Dok. vsi.esdm.go.id

Dilansir dari vsi.esdm.go.id, wilayah terdampak gempa Bantul memiliki morfologi yang pada umumnya merupakan dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan bergelombang hingga terjal pada bagian utara. Wilayah pantai daerah tersebut secara umum tersusun oleh tanah sedang atau kelas D, dan tanah lunak atau kelas E.

Daerah tersebut pada umumnya tersusun oleh endapan kuarter, berupa endapan aluvial pantai, aluvial sungai, dan batuan rombakan gunung api muda, serta batuan berumur tersier berupa batuan sedimen, yakni batu pasir, batu lempung, batu lanau, dan batu gamping.

Sebagian batuan berumur tersier, dan batuan rombakan gunungapi muda tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan kuarter dan batuan berumur tersier yang telah mengalami pelapukan, pada umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak, dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.



Selain itu, pada morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan, akan berpotensi terjadi gerakan tanah apabila dipicu guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.

Dalam laman vsi.esdm.go.id juga disebutkan, berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi dan kedalaman, maka kejadian gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona prismatik akresi. Zona ini terletak pada bagian atas megathrust. Sesar aktif pada zona ini pada umumnya merupakan sesar naik.

Sejumlah rekomendasi telah disebutkan dalam laman vsi.esdm.go.id, yakni bangunan di daerah selatan Yogyakarta, dan Jawa Tengah, harus dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi guna menghindari risiko kerusakan. Selain itu juga harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1766 seconds (0.1#10.140)