Ogoh-ogoh, Raksasa Perwujudan Makhluk Halus Beraura Negatif yang Diarak Jelang Nyepi
loading...
A
A
A
SEHARI menjelang Hari Raya Nyepi atau pangerupukan, umat Hindu mengadakan pawai Ogoh-ogoh yang diarak keliling beramai-ramai dan diiringi gamelan Bali atau Bleganjur. Selesai diarak, ogoh-ogoh selanjutnya dibakar sebagai perwujudan membasmi sifat buruk.
Ogoh-ogoh diarak umat Hindu di Bali menjelang Hari Raya Nyepi. Foto/Ist
Selain di Bali yang mayoritas warganya beragama Hindu, arak-arakan ogoh-ogoh juga dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Ogoh-ogoh merupakan personifikasi dari berbagai jenis mahkluk halus dengan aura negatif yang dalam bahasa Hindu disebut Bhuta Kala atau bahasa umumnya biasa disebut setan.
Pawai Ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi. Foto/Dok.SINDOnews
Bhuta Kala dalam Ogoh-ogoh merupakan representasi dari kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala). Bhuta Kala merupakan sosok yang menakutkan dan menyeramkan yang diwujudkan dalam bentuk raksasa.
Dikutip dari laman PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), pawai ogoh-ogoh sesungguhnya merupakan pawai budaya bernapaskan Tattwa atau Filsafat Hindu. Pawai ogoh-ogoh juga merupakan implementasi dari konsep agama Hindu dalam memerangi segala bentuk kekuatan negatif abstrak (niskala).
Hal itu mengingat ogoh-ogoh merupakan perwujudan dari berbagai jenis mahkluk alam bawah yang dipercaya membawa aura negatif. Setelah diarak beramai-ramai dalam malam menjelang Nyepi, ogoh-ogoh pun kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini dimaknai sebagai membasmi sifat buruk.
Ogoh-ogoh diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Dari laman prokomsetda.bulelengkab disebutkan bahwa pada 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali.
Saat itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan Hari Raya Nyepi di Bali. Selanjutnya melalui keputusan presiden dinyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional. Sejak saat itu masyarakat di Bali membuat boneka raksasa menyeramkan yang merupakan perwujudan Bhuta Kala.
Lihat Juga: Kisah Kedekatan Prabowo Subianto dan Gus Dur, Pernah Masuk Kamar Tidur dan Jadi Tukang Pijatnya
Ogoh-ogoh diarak umat Hindu di Bali menjelang Hari Raya Nyepi. Foto/Ist
Selain di Bali yang mayoritas warganya beragama Hindu, arak-arakan ogoh-ogoh juga dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Ogoh-ogoh merupakan personifikasi dari berbagai jenis mahkluk halus dengan aura negatif yang dalam bahasa Hindu disebut Bhuta Kala atau bahasa umumnya biasa disebut setan.
Pawai Ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi. Foto/Dok.SINDOnews
Bhuta Kala dalam Ogoh-ogoh merupakan representasi dari kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala). Bhuta Kala merupakan sosok yang menakutkan dan menyeramkan yang diwujudkan dalam bentuk raksasa.
Dikutip dari laman PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), pawai ogoh-ogoh sesungguhnya merupakan pawai budaya bernapaskan Tattwa atau Filsafat Hindu. Pawai ogoh-ogoh juga merupakan implementasi dari konsep agama Hindu dalam memerangi segala bentuk kekuatan negatif abstrak (niskala).
Hal itu mengingat ogoh-ogoh merupakan perwujudan dari berbagai jenis mahkluk alam bawah yang dipercaya membawa aura negatif. Setelah diarak beramai-ramai dalam malam menjelang Nyepi, ogoh-ogoh pun kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini dimaknai sebagai membasmi sifat buruk.
Ogoh-ogoh diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Dari laman prokomsetda.bulelengkab disebutkan bahwa pada 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali.
Saat itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan Hari Raya Nyepi di Bali. Selanjutnya melalui keputusan presiden dinyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional. Sejak saat itu masyarakat di Bali membuat boneka raksasa menyeramkan yang merupakan perwujudan Bhuta Kala.
Lihat Juga: Kisah Kedekatan Prabowo Subianto dan Gus Dur, Pernah Masuk Kamar Tidur dan Jadi Tukang Pijatnya
(shf)