Jejak Pelacuran di Masa Kolonial Belanda Selalu Hidup Berdampingan dengan Pabrik Gula
loading...
A
A
A
TULUNGAGUNG - Jejak prostitusi atau pelacuran dengan pabrik gula dan perkebunan (onderneming) di Jawa pada masa kolonial Belanda , ternyata selalu hidup berdampingan.
Jejak itu masih bisa terlacak hingga kini. Di wilayah Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur misalnya. Sebuah lokalisasi berdiri tidak jauh dari bekas pabrik gula peninggalan kolonial Belanda.
Namanya pabrik gula Kunir Wungu. Dibangun pada 16 April 1928, pabrik yang menyatu dengan perkebunan tebu itu, mulai dilaunching 14 Mei 1930. Sebulan kemudian, yakni tepatnya 1 Juni 1930, pabrik memulai giling pertamanya.
Pada masa pasca kemerdekaan, pabrik gula Kunir Wungu menjadi bagian PTPN X. Sebuah komplek pelacuran bertahan tidak jauh dari kawasan pabrik gula yang sebagian besar bangunannya tinggal puing-puing itu.
Lokalisasi yang bernama Kaliwungu itu sempat ditutup paksa pada awal pemerintahan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, namun kini telah beroperasi kembali.
Dari berbagai sumber yang dihimpun, munculnya jejak pelacuran di sekitar kawasan perkebunan dan pabrik gula di Jawa, khususnya di wilayah Jawa Timur terlacak mulai tahun 1890.
Praktik pelacuran banyak dipengaruhi gaya hidup para pekerja perkebunan, termasuk pabrik gula. Terutama pria Eropa yang merasa kesepian karena harus patuh dengan aturan perusahaan yang melarang membawa istri atau keluarga ke wilayah kerja.
Untuk memenuhi kebutuhan seksual, sebagian besar dari mereka kemudian mengambil perempuan lokal (pribumi) atau Jepang sebagai gundik atau nyai. Para perempuan itu tidak sedikit yang berstatus kuli kontrak perkebunan.
Jejak itu masih bisa terlacak hingga kini. Di wilayah Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur misalnya. Sebuah lokalisasi berdiri tidak jauh dari bekas pabrik gula peninggalan kolonial Belanda.
Namanya pabrik gula Kunir Wungu. Dibangun pada 16 April 1928, pabrik yang menyatu dengan perkebunan tebu itu, mulai dilaunching 14 Mei 1930. Sebulan kemudian, yakni tepatnya 1 Juni 1930, pabrik memulai giling pertamanya.
Pada masa pasca kemerdekaan, pabrik gula Kunir Wungu menjadi bagian PTPN X. Sebuah komplek pelacuran bertahan tidak jauh dari kawasan pabrik gula yang sebagian besar bangunannya tinggal puing-puing itu.
Lokalisasi yang bernama Kaliwungu itu sempat ditutup paksa pada awal pemerintahan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, namun kini telah beroperasi kembali.
Dari berbagai sumber yang dihimpun, munculnya jejak pelacuran di sekitar kawasan perkebunan dan pabrik gula di Jawa, khususnya di wilayah Jawa Timur terlacak mulai tahun 1890.
Praktik pelacuran banyak dipengaruhi gaya hidup para pekerja perkebunan, termasuk pabrik gula. Terutama pria Eropa yang merasa kesepian karena harus patuh dengan aturan perusahaan yang melarang membawa istri atau keluarga ke wilayah kerja.
Untuk memenuhi kebutuhan seksual, sebagian besar dari mereka kemudian mengambil perempuan lokal (pribumi) atau Jepang sebagai gundik atau nyai. Para perempuan itu tidak sedikit yang berstatus kuli kontrak perkebunan.