Misteri Batu Berlubang Peninggalan Kerajaan Minangkabau
loading...
A
A
A
Terbuat dari batu andesit yang sangat keras, dan berwarna hitam. Sebuah batu dengan tinggi 55 cm, lebar 45 cm, dan tebal 20 cm, terlihat unik, karena memiliki lubang di salah satu bagian, seperti bekas tusukan.
Dilansir dari sikamek.sumbarprov.go.id, batu berlubang tersebut, oleh masyarakat sekitar di sebut sebagai Batu Batikam, yang dapat diartikan secara harafiah sebagai batu tertusuk.
Batu berlubang tersebut, berada di Dusun Tuo, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Menempati lahan seluas 1.800 meter per segi, batu berlubang ini sekilas terlihat seperti sandaran tempat duduk.
Tapi siapa sangka, batu berlubang yang terlihat sederhana itu, merupakan peninggalan Kerajaan Minangkabau, pada zaman Neolitikum. Di lokasi tempat batu berlubang tersebut berada, menjadi tempat untuk musyawarah para kepala suku, yang dikenal dengan sebutan Medan Nan Bapaneh.
Keberadaan batu berlubang tersebut, menjadi lambang tentang pentingnya perdamaian, serta musyawarah mufakat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Batu berlubang tersebut, dinaungi pohon beringin yang rindang dan sudah berumur ratusan tahun.
Di laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan, batu berlubang itu juga berkaitan erat dengan keberadaan tokoh Datuk Perpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan dalam sejarah Minangkabau, sebagai pendiri dari dua keselarasan yaitu Bodi Caniago, dan Koto Piliang.
Dalam kisahnya, Datuk Parpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan adalah dua saudara satu ibu lain bapak. Keduanya bukan Raja Minangkabau, melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang hidup dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu Adat Koto Piliang, dan Adat Bodi Caniago.
Dilansir dari sikamek.sumbarprov.go.id, batu berlubang tersebut, oleh masyarakat sekitar di sebut sebagai Batu Batikam, yang dapat diartikan secara harafiah sebagai batu tertusuk.
Batu berlubang tersebut, berada di Dusun Tuo, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Menempati lahan seluas 1.800 meter per segi, batu berlubang ini sekilas terlihat seperti sandaran tempat duduk.
Baca Juga
Tapi siapa sangka, batu berlubang yang terlihat sederhana itu, merupakan peninggalan Kerajaan Minangkabau, pada zaman Neolitikum. Di lokasi tempat batu berlubang tersebut berada, menjadi tempat untuk musyawarah para kepala suku, yang dikenal dengan sebutan Medan Nan Bapaneh.
Keberadaan batu berlubang tersebut, menjadi lambang tentang pentingnya perdamaian, serta musyawarah mufakat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Batu berlubang tersebut, dinaungi pohon beringin yang rindang dan sudah berumur ratusan tahun.
Di laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan, batu berlubang itu juga berkaitan erat dengan keberadaan tokoh Datuk Perpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan dalam sejarah Minangkabau, sebagai pendiri dari dua keselarasan yaitu Bodi Caniago, dan Koto Piliang.
Dalam kisahnya, Datuk Parpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan adalah dua saudara satu ibu lain bapak. Keduanya bukan Raja Minangkabau, melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang hidup dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu Adat Koto Piliang, dan Adat Bodi Caniago.