Kisah Oey Tambahsia, Anak Pejabat yang Sombong Suka Pamer Harta dan Main Perempuan hingga Tewas Digantung

Jum'at, 24 Februari 2023 - 18:33 WIB
loading...
Kisah Oey Tambahsia, Anak Pejabat yang Sombong Suka Pamer Harta dan Main Perempuan hingga Tewas Digantung
Klise Oey Tamba Sia di majalah Perancis LIllustration (1857), berdasarkan gambar oleh M. G. de Coudray. Foto/Wikipedia
A A A
Aksi brutal Mario Dandy Satriyo menggemparkan masyarakat. Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, terlihat anak seorang pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu tersebut, dengan sadis dan brutal menghajar anak laki-laki bernama David.



Pukulan dan tendangan terus dilayangkan anak pejabat itu kepada korban, meskipun korban sudah dalam kondisi tergeletak tak bergerak di aspal. Arogansi anak pejabat ini, akhirnya membawanya ke ruang tahanan polisi untuk menjalani serangkaian pemeriksaan sebagai tersangka penganiayaan.



Anak pejabat yang berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) di Jakarta tersebut, bukan hanya berperilaku brutal. Sebagai anak pejabat yang memiliki kekayaan mencapai Rp50 miliar, dia juga suka pamer barang-barang mewah yang dimilikinya, seperti mobil hingga motor mewah.



Kasus anak pejabat yang memiliki tabiat buruk, dengan suka pamer harta kekayaan tersebut, ternyata juga terjadi di Batavia, pada masa kolonial Belanda. Anak pejabat di Batavia tersebut, diketahui bernama Oey Tambahsia.

Tak hanya suka pamer harta kekayaan, sebagai anak pejabat Oey Tambahsia juga memiliki perangai arogan cenderung brutal, dan sering menggunakan cara-cara kejam untuk menghancurkan orang lain. Perilaku brutal anak pejabat ini, sempat menghebohkan publik Batavia.

Ayah Oey Tambahsia, adalah Oey Thoa. Pada masa kolonial Belanda, Oey Thoa merupakan seorang letnan orang Tionghoa (luitenant der Chinezen) yang membawahi onderdistrict Kongsi Besar di Batavia.

Oey Thoa mengawali karir dari bisnis tembakau. Ia datang dari Pekalongan, Jawa Tengah, dan kemudian memiliki toko tembakau paling besar di Batavia. Di masyarakat, Oey Thoa juga dikenal sebagai seorang dermawan dan baik hati.

Namun kebaikan hati itu tidak diwarisi Oey Tambahsia, putra ketiganya. Pada usia 15 tahun, Oey Tambahsia sudah memiliki reputasi sebagai pemuda yang sombong, takabur dan sekaligus royal.



Kemanapun pergi, kaki tangan pemuda yang masih anak baru gede (ABG) itu selalu mengikuti. "Setiap pagi dan sore, ia berkeliling kota dengan kudanya. Kepalanya dihiasi topi karpus sutra dan berpakaian necis model China," demikian dikutip dari buku Bukan Tabu di Nusantara (2018).

Selain berwajah rupawan, Oey Tambahsia juga dikenal sebagai pemuda yang tajir. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia memperoleh warisan kekayaan yang besar tanpa harus bekerja keras.

Tabiat sombong Oey Tambahsia untuk pamer kekayaan menghebohkan Batavia. Untuk memperlihatkan betapa kaya dirinya, Tambahsia memiliki kebiasaan mengelap kotorannya dengan lembaran uang.

Setiap kali usai buang hajat di kali Toko Tiga depan rumahnya, ia selalu membersihkan dengan lembaran uang kertas. Uang yang kotor dan bau itu lantas dibuangnya begitu saja dan menimbulkan keributan, sebab menjadi rebutan warga.

Dalam buku Bukan Tabu di Nusantara, disebutkan seiap pagi selalu terjadi perkelahian orang-orang yang memperebutkan lembaran uang kertas bekas untuk membersihkan kotoran Oey Tambahsia.



Namun yang bikin meresahkan adalah, tabiat buruk Oey Tambahsia soal perempuan. Oey Tambahsia seorang mata keranjang, sekaligus hidung belang. Meski masih ABG, ia suka menganggu anak gadis dan bahkan mengajak serong istri orang.

Untuk mewujudkan keinginannya, Oey Tambahsia mengandalkan kekayaan yang dimiliki, serta tak segan melakukan kekerasan. Seorang perempuan cantik, istri pedagang kelontong di Tongkangan, pernah diembatnya.

Istri orang itu ia kencani di Bintang Mas, yakni rumah peristirahatannya di wilayah Ancol. Sang suami sempat marah, namun juga tidak berdaya. Perburuan perempuan cantik tak berhenti dilakukan. Di atas punggung kuda blasteran Sandelwood-Arab, matanya jelatatan menyusuri jalan dan perkampungan di sekitaran Betawi.

Mulai kawasan Glodok, hingga Pasar Ikan disisirnya. Ia meluaskan area perburuan perempuan hingga kampung Pasar Baru, dan Senen. Di Gang Kenanga Senen, Oey Tambahsia tak sengaja melihat perawan cantik yang membuatnya terkesan.

Tanpa proses panjang, dipinangnya sang gadis dengan mendatangi orang tuanya. Oey Tambahsia menikah pada usia 17 tahun. Ia menggelar pesta besar-besaran dengan menutup jalan umum Patekoan sekaligus mendirikan tenda-tenda.



Yang dilakukan oey Tambahsia adalah pelanggaran, namun dengan kekuatan hartanya semua dibereskannya. Berstatus suami tidak menghentikan kebiasaan Oey Tambhasia berburu perempuan.

Ia hanya betah satu bulan tinggal serumah dengan istrinya. Setelah itu kembali bertualang. Sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah plesirnya di Ancol, mengencani istri pedagang kelontong.

Seorang pesinden berparas ayu bernama Mas Ajeng Gunjing yang ia temui di Pekalongan, juga menjadi simpananya. Kelakuan memburu gadis, janda maupun istri orang itu meresahkan pemuka masyarakat Tionghoa, dan Dewan Tionghoa.

Namun pemuka masyarakat Tionghoa, dan Dewan Tionghoa tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Karenanya Oey Tambahsia murka, ketika Liem Su King, seorang anak letnan China berani menghalangi kesenangannya.

Liem difitnah atas kasus kematian Oey Cun Ki (Ceng Ki), yang sebenarnya diracun sendiri oleh Oe Tambahsia. Di saat yang sama, karena cemburu buta, Mas Sutejo, priyayi Pekalongan, kakak Mas Ajeng Gunjing, disingkirkannya.



Oleh kaki tangan Oey Tambahsia, Mas Sutejo dihabisi. Kasus kekerasan disertai penghilangan nyawa yang dilakukan Oey Tambahsia itu pada akhirnya terungkap. Ia divonis hukuman mati.

Oey Tambahsia mencoba menyelamatkan diri dengan melobi Gubernur Jenderal. Namun grasinya ditolak. Pada tahun 1856, petualangan anak pejabat yang arogan itu berakhir di tiang gantungan. Gambar ekskusi mati Oey Tambahsia, sampai dimuat majalah Perancis L'Illustration (1857).
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1632 seconds (0.1#10.140)