Misteri Keris Mpu Gandring yang Menewaskan 7 Keturunan Ken Arok
loading...
A
A
A
Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas.
Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan. Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya.
Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal.
Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang.
Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai "eksekutor" terhadap Ken Arok.
Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu. Terbunuhnya Anusapati Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, tetapi tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara sabung ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat.
Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah.
Muncul berbagai ketidakpuasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan. Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya.
Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal.
Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang.
Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai "eksekutor" terhadap Ken Arok.
Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu. Terbunuhnya Anusapati Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, tetapi tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara sabung ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat.
Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah.
Muncul berbagai ketidakpuasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.