Misteri Keris Mpu Gandring yang Menewaskan 7 Keturunan Ken Arok
loading...
A
A
A
KERIS Mpu Gandring merupakan pusaka termasyhur dalam sejarah berdirinya Kerajaan Singasari. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elite Singasari. Di mana salah satu korbannya termasuk Ken Arok yang merupakan pendiri dan penggunanya.
Keris Mpu Gandring dibuat atas pesanan Ken Arok. Permintaannya harus jadi dalam satu malam. Pekerjaan berat ini mustahil bisa dirampungkan seorang mpu (pandai besi yang sakti).
Namun Mpu gandring menyanggupinya dengan segenap kekuatan gaib dan kemampuan yang dimiliki. Untuk mewujudkan pesanan keris selesai dikerjakan dalam satu malam, konon Mpu Gandring melakukan tirakat, puasa dan ritual khusus sebelum memilih bahan untuk membuat keris tersebut agar keris tersebut bertuah.
Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan untuk kerisnya sehingga memiliki aura yang tinggi.
Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Selanjutnya, setelah menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu.
Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan harus diambil.
Namun Mpu gandring belum menyelesaikan sarung kerisnya. Ken Arok menguji keris tersebut. Keris itu juga ditusukkan pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji.
Sarung keris belum selesai dibuat. Ken Arok juga ingin menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya).
Mpu Gandring dalam kondisi sekarat mengeluarkan kutukan. Dia mengatakan, keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singasari.
Tunggul Ametung Terbunuh
Tunggul Ametung merupakan kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singasari), saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang diperintah Kertajaya dengan gelar "Dandang Gendis" (raja terakhir kerajaan ini).
Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes.
Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa "barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia".
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa ke mana mana untuk menarik perhatian umum.
Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah siasat agar nanti yang dituduh membunuh Tunggul Ametung dalah Kebo Ijo.
Siasat Ken Arok berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung.
Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Ken Arok Terbunuh
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri.
Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari. Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.
Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas.
Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan. Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya.
Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal.
Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang.
Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai "eksekutor" terhadap Ken Arok.
Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu. Terbunuhnya Anusapati Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, tetapi tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara sabung ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat.
Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah.
Muncul berbagai ketidakpuasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. 7 Turunan Ken Arok Beberapa sumber spritual menyebut, Keris Mpu Gandring ini sebenarnya tidak hilang.
Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya. Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok.
Baca: Kagetnya Hayam Wuruk Dengar Rombongan Calon Istrinya Diserang Pasukan Majapahit di Lapangan Bubat.
Dalam sejarah ataupun legenda ternyata ada 7 (tujuh) orang terbunuh oleh keris itu, yaitu Mpu Gandring (pembuat keris), Kebo Ijo (rekan Ken Arok), Tunggul Ametung (penguasa Tumapel saat itu), Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari), Ki Pengalasan (pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok), Anusapati (anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok), dan Tohjaya (putra Ken Arok dari selirnya Ken Umang tidak terbunuh oleh keris ini).
Satu lagi yang terakhir adalah Ken Dedes yang mati oleh keris itu. Dan kemudian keris itu diambil oleh raja jawa yang memiliki kesaktian luar biasa untuk memusnahkan keris itu dibuang ke kawah Gunung Kelud di Jawa Timur.
Anusapati
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati dinobatkan sebagai raja Singasari. Namun dia selalu waspada. Bilik tempat tidurnya dikelilingi selokan, halamannya dijaga ketat orang-orang kepercayaannya.
Mengutip kerisaji.com, Panji Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang, mengetahui bahwa Ki Pengalasan hanyalah suruhan Anusapati untuk membunuh ayahnya.
Dia bersiasat dengan cara mengajak Anusapati meyabung ayam. Tohjaya berhasil meminjam keris Mpu Gandring dari Anusapati dan menukarnya dengan keris lain.
Anusapati terlalu asyik menikmati sabung ayam. Tohjaya tak menyia-nyiakan kesempatan dan menancapkan keris Mpu Gandring ke dada Anusapati.
Seketika Anusapati tewas pada 1249 –versi berbeda ditulis Negarakertagama yang menyebut Anusapati mati wajar. Tohjaya kemudian naik takhta.
Tohjaya
Kendati bukan mati karena keris Empu Gandring, kematian Tohjaya patut dicatat sebagai rangkaian dari kisah ini. Tohjaya berkuasa dengan diselimuti ketakutan. Kecurigaan terutama ditunjukkan kepada Rangga Wuni, anak Anusapati.
Rangga Wuni memendam dendam atas kematian ayahnya. Bersekutu dengan Mahisa Campaka, anak Mahisa Wunga Teleng yang tak terima tahta kerajaan Kediri diambil Tohjaya, Rangga Wuni melakukan pemberontakan. Mereka menyerang istana.
Tohjaya melarikan diri. Namun karena luka-luka dalam pertempuran, dalam pelarian itu Tohjaya meninggal dunia. Rangga Wuni menaiki tahta kerajaan Singasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana.
Mahisa Cempaka turut pula memerintah dengan gelar Narasimhamurti. Mereka mengadakan pemerintahan bersama dengan menyatukan kerajaan Singasari dan Kediri. Negarakertagama mengibaratkan Wisnu dan Indra.
Kutukan keris Empu Gandring pun lenyap. Suksesi berdarah antara keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung pun berakhir.
Keris Mpu Gandring dibuat atas pesanan Ken Arok. Permintaannya harus jadi dalam satu malam. Pekerjaan berat ini mustahil bisa dirampungkan seorang mpu (pandai besi yang sakti).
Namun Mpu gandring menyanggupinya dengan segenap kekuatan gaib dan kemampuan yang dimiliki. Untuk mewujudkan pesanan keris selesai dikerjakan dalam satu malam, konon Mpu Gandring melakukan tirakat, puasa dan ritual khusus sebelum memilih bahan untuk membuat keris tersebut agar keris tersebut bertuah.
Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan untuk kerisnya sehingga memiliki aura yang tinggi.
Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Selanjutnya, setelah menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu.
Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan harus diambil.
Namun Mpu gandring belum menyelesaikan sarung kerisnya. Ken Arok menguji keris tersebut. Keris itu juga ditusukkan pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji.
Sarung keris belum selesai dibuat. Ken Arok juga ingin menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya).
Mpu Gandring dalam kondisi sekarat mengeluarkan kutukan. Dia mengatakan, keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singasari.
Tunggul Ametung Terbunuh
Tunggul Ametung merupakan kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singasari), saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang diperintah Kertajaya dengan gelar "Dandang Gendis" (raja terakhir kerajaan ini).
Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes.
Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa "barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia".
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa ke mana mana untuk menarik perhatian umum.
Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah siasat agar nanti yang dituduh membunuh Tunggul Ametung dalah Kebo Ijo.
Siasat Ken Arok berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung.
Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Ken Arok Terbunuh
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri.
Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari. Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.
Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas.
Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan. Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya.
Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal.
Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang.
Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai "eksekutor" terhadap Ken Arok.
Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu. Terbunuhnya Anusapati Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, tetapi tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara sabung ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat.
Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah.
Muncul berbagai ketidakpuasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. 7 Turunan Ken Arok Beberapa sumber spritual menyebut, Keris Mpu Gandring ini sebenarnya tidak hilang.
Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya. Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok.
Baca: Kagetnya Hayam Wuruk Dengar Rombongan Calon Istrinya Diserang Pasukan Majapahit di Lapangan Bubat.
Dalam sejarah ataupun legenda ternyata ada 7 (tujuh) orang terbunuh oleh keris itu, yaitu Mpu Gandring (pembuat keris), Kebo Ijo (rekan Ken Arok), Tunggul Ametung (penguasa Tumapel saat itu), Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari), Ki Pengalasan (pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok), Anusapati (anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok), dan Tohjaya (putra Ken Arok dari selirnya Ken Umang tidak terbunuh oleh keris ini).
Satu lagi yang terakhir adalah Ken Dedes yang mati oleh keris itu. Dan kemudian keris itu diambil oleh raja jawa yang memiliki kesaktian luar biasa untuk memusnahkan keris itu dibuang ke kawah Gunung Kelud di Jawa Timur.
Anusapati
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati dinobatkan sebagai raja Singasari. Namun dia selalu waspada. Bilik tempat tidurnya dikelilingi selokan, halamannya dijaga ketat orang-orang kepercayaannya.
Mengutip kerisaji.com, Panji Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang, mengetahui bahwa Ki Pengalasan hanyalah suruhan Anusapati untuk membunuh ayahnya.
Dia bersiasat dengan cara mengajak Anusapati meyabung ayam. Tohjaya berhasil meminjam keris Mpu Gandring dari Anusapati dan menukarnya dengan keris lain.
Anusapati terlalu asyik menikmati sabung ayam. Tohjaya tak menyia-nyiakan kesempatan dan menancapkan keris Mpu Gandring ke dada Anusapati.
Seketika Anusapati tewas pada 1249 –versi berbeda ditulis Negarakertagama yang menyebut Anusapati mati wajar. Tohjaya kemudian naik takhta.
Tohjaya
Kendati bukan mati karena keris Empu Gandring, kematian Tohjaya patut dicatat sebagai rangkaian dari kisah ini. Tohjaya berkuasa dengan diselimuti ketakutan. Kecurigaan terutama ditunjukkan kepada Rangga Wuni, anak Anusapati.
Rangga Wuni memendam dendam atas kematian ayahnya. Bersekutu dengan Mahisa Campaka, anak Mahisa Wunga Teleng yang tak terima tahta kerajaan Kediri diambil Tohjaya, Rangga Wuni melakukan pemberontakan. Mereka menyerang istana.
Tohjaya melarikan diri. Namun karena luka-luka dalam pertempuran, dalam pelarian itu Tohjaya meninggal dunia. Rangga Wuni menaiki tahta kerajaan Singasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana.
Mahisa Cempaka turut pula memerintah dengan gelar Narasimhamurti. Mereka mengadakan pemerintahan bersama dengan menyatukan kerajaan Singasari dan Kediri. Negarakertagama mengibaratkan Wisnu dan Indra.
Kutukan keris Empu Gandring pun lenyap. Suksesi berdarah antara keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung pun berakhir.
(nag)