Kitesurfing Jeneponto Terancam Tutup Permanen, Ini Penyebabnya
Kamis, 25 Agustus 2022 - 07:12 WIB
JENEPONTO - Lokasi olahraga kitesurfing atau selancar parasut atau selancar layang yang berada di Kabupaten Jeneponto terancam tutup permanen. Polemik yang terjadi antara pengelola dan petani rumput laut setempat menjadi pemicunya.
Kitesurfing ini tepatnya berlokasi di Batikite Resort, Desa Malassoro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Di sana, puluhan petani juga membudidayakan rumput laut sebagai mata pencaharian.
Instruktur kitesurfing , Muhammad Alfarouq, membeberkan polemik yang terjadi antara pihaknya dan petani rumput laut bermula saat petani rumput laut makin banyak yang beraktivitas di sana. Sementara hal itu juga dianggap menganggu aktivitas kitesurfing.
Pada akhirnya, pemberian kompensasi dari pengelola resort ke petani menjadi salah satu jalan keluar. Namun rupanya hal itu juga tidak berjalan baik.
Tak ada titik temu yang disepakati antara pengelola dan petani menyangkut masalah nilai kompensasi. Alfarouq menyebut, petani rumput laut setempat meminta kompensasi sebesar Rp5 juta setiap orang.
"Mereka mintanya Rp5 juta, cuma kan kami nggak mampu penuhi permintaan mereka, karena itu terlalu besar sekali. Untuk 37 orang dengan nilai Rp5 juta itu sekitar Rp450 juta kami harus keluarkan uang selama 6 bulan," ungkapnya.
Dia mengaku sudah pernah mencoba bernegosiasi dengan para petani terkait nilai kompensasi. Hanya saja, tetap berakhir tanpa hasil lantaran petani tak ingin menurunkan nilai kompensasi.
"Kami bilang ke warga bahwa kami mampunya itu per orang Rp 2 juta. Tapi mereka tidak mau segitu karena menurut mereka hasil rumput laut lebih menjanjikan dari kompensasi kitesurfing ," jelasnya.
Kitesurfing ini tepatnya berlokasi di Batikite Resort, Desa Malassoro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Di sana, puluhan petani juga membudidayakan rumput laut sebagai mata pencaharian.
Instruktur kitesurfing , Muhammad Alfarouq, membeberkan polemik yang terjadi antara pihaknya dan petani rumput laut bermula saat petani rumput laut makin banyak yang beraktivitas di sana. Sementara hal itu juga dianggap menganggu aktivitas kitesurfing.
Pada akhirnya, pemberian kompensasi dari pengelola resort ke petani menjadi salah satu jalan keluar. Namun rupanya hal itu juga tidak berjalan baik.
Tak ada titik temu yang disepakati antara pengelola dan petani menyangkut masalah nilai kompensasi. Alfarouq menyebut, petani rumput laut setempat meminta kompensasi sebesar Rp5 juta setiap orang.
"Mereka mintanya Rp5 juta, cuma kan kami nggak mampu penuhi permintaan mereka, karena itu terlalu besar sekali. Untuk 37 orang dengan nilai Rp5 juta itu sekitar Rp450 juta kami harus keluarkan uang selama 6 bulan," ungkapnya.
Dia mengaku sudah pernah mencoba bernegosiasi dengan para petani terkait nilai kompensasi. Hanya saja, tetap berakhir tanpa hasil lantaran petani tak ingin menurunkan nilai kompensasi.
"Kami bilang ke warga bahwa kami mampunya itu per orang Rp 2 juta. Tapi mereka tidak mau segitu karena menurut mereka hasil rumput laut lebih menjanjikan dari kompensasi kitesurfing ," jelasnya.
tulis komentar anda