Kisah Pangeran Diponegoro, Dilawan Rakyat yang Lapar Akibat Ulah Pejabat Culas

Senin, 06 Juni 2022 - 05:41 WIB
Termasuk kebijakan Belanda juga adalah menurunkan pajak, mengurangi kewajiban kerja bakti, serta menaikkan upah buruh harian di sekitar benteng untuk mendorong para petani dan keluarga mereka tetap betah tinggal di dekat benteng.

Hasilnya, akhir September 1829 di tahun keempat perang, perlawanan terorganisasi terhadap Belanda di daerah-daerah yang subur pangan di Jawa Tengah, bagian selatan berakhir. Ikatan rasa saling percaya dan kerja sama antara pasukan Pangeran Diponegoro, dan penduduk desa setempat sudah rusak.

Tanpa ada dukungan rakyat, tidak mungkin dilancarkan perang gerilya yang berhasil. Pada waktu itu, Sentot sudah menyerah kepada Belanda. Di saat itulah nasib Pangeran Diponegoro, sudah berada di titik nadir.



Pada 21 September 1829 Pangeran Ngabehi, panglima senior yang tersisa, bersama dua putranya, terbunuh dalam pertempuran sengit di Pegunungan Kelir, yang ada di perbatasan Bagelen-Mataram.

Tak berselang lama, pada 11 November 1829 Pangeran Diponegoro, nyaris tertangkap di Pegunungan Gowong, oleh pasukan gerak cepat ke-11 yang dikomandoi oleh Mayor A.V. Michiels.

Pangeran Diponegoro akhirnya memutuskan untuk masuk ke hutan-hutan di sebelah barat Bagelen, dengan hanya ditemani dua punakawan atau pengiring terdekat, yakni Bantengwareng dan Roto, yang melayani segala kebutuhan Pangeran Diponegoro dan bertindak sebagai penunjuk jalan serta penasihatnya.
(eyt)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content