BPOM Diingatkan Potensi Munculnya Masalah Baru Akibat Wacana Pelabelan BPA
Kamis, 26 Mei 2022 - 16:23 WIB
JAKARTA - Para pemangku kepentingan (stakeholders) dari kementerian, akademisi, KPPU, asosiasi industri, dan pakar persaingan usaha meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) untuk mengkaji lagi secara mendalam wacana kebijakan pelabelan 'berpotensi mengandung BPA ' dari semua sisi, baik kesehatan, ekonomi, dan persaingan usaha. Hal itu untuk menghindari terjadinya permasalahan baru yang merugikan pihak-pihak tertentu yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut.
Adanya permintaan itu mengemuka dalam diskusi media 'Kebijakan Sektoral dan Diskriminatif, Ancaman bagi Persaingan Usaha yang Fair' yang diselenggarakan Forum Jurnalis Online, Rabu (25/5/2022) kemarin.
Baca Juga: BPOM dan Perang Dagang AMDK Galon
Evita Mantovani, Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian yang menjadi narasumber pada acara ini mengatakan Kemenko Perekonomian perlu hadir secara objektif dalam penyelesaian terkait wacana pelabelan BPA galon guna ulang yang telah memunculkan permasalahan bagi industri galon guna ulang.Menurutnya, hal itu sangat diperlukan agar kebijakan tersebut saat diimpelentasikan nanti bisa berjalan secara efektif, efisien, juga tetap bisa mendukung kondisi ekonomi di dalam negeri.
“Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, baik oleh BPOM dan juga pelaku usaha terkait wacana kebiajkan pelabelan BPA ini. Ada aspek ekonomi, aspek kesehatan, aspek lingkungan hidup serta terakhir aspek persaingan usaha. Ini semua perlu dikaji lagi secara lebih mendalam,” ungkapnya.
Dari sisi ekonomi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan menurut Evita adalah adanya potensi tambahan biaya sebesar Rp16 triliun seperti yang disampaikan pelaku usaha galon guna ulang. Selain itu juga sisi tenaga kerja jika kebijakan BPOM itu diterapkan. Di mana, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri galon guna ulang ini diperkirakan mencapai 40 ribu. Jika diasumsikan satu orang menanggung empat anggota keluarga, itu artinya ada sekitar 160 ribuorang yang tergantung pada industri air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.
“Inilah perhitungan yang kemudian menjadi pertimbangan kami melakukan analisa terhadap kebijakan tersebut. Kemudian estimasi kerugian sekitar 170 juta buah GGU PC (galon guna ulang Polikarbonat) itu bisa mencapai Rp6 triliun. Ditambah dengan biaya pengganti galon non GGU sekitar Rp10 triliun. Artinya, kebijakan pelabelan BPA ini apabila diterapkan berpotensi menimbulkan beban sebanyak Rp 16 triliun tadi,” paparnya.
Adanya permintaan itu mengemuka dalam diskusi media 'Kebijakan Sektoral dan Diskriminatif, Ancaman bagi Persaingan Usaha yang Fair' yang diselenggarakan Forum Jurnalis Online, Rabu (25/5/2022) kemarin.
Baca Juga: BPOM dan Perang Dagang AMDK Galon
Evita Mantovani, Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian yang menjadi narasumber pada acara ini mengatakan Kemenko Perekonomian perlu hadir secara objektif dalam penyelesaian terkait wacana pelabelan BPA galon guna ulang yang telah memunculkan permasalahan bagi industri galon guna ulang.Menurutnya, hal itu sangat diperlukan agar kebijakan tersebut saat diimpelentasikan nanti bisa berjalan secara efektif, efisien, juga tetap bisa mendukung kondisi ekonomi di dalam negeri.
“Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, baik oleh BPOM dan juga pelaku usaha terkait wacana kebiajkan pelabelan BPA ini. Ada aspek ekonomi, aspek kesehatan, aspek lingkungan hidup serta terakhir aspek persaingan usaha. Ini semua perlu dikaji lagi secara lebih mendalam,” ungkapnya.
Dari sisi ekonomi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan menurut Evita adalah adanya potensi tambahan biaya sebesar Rp16 triliun seperti yang disampaikan pelaku usaha galon guna ulang. Selain itu juga sisi tenaga kerja jika kebijakan BPOM itu diterapkan. Di mana, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri galon guna ulang ini diperkirakan mencapai 40 ribu. Jika diasumsikan satu orang menanggung empat anggota keluarga, itu artinya ada sekitar 160 ribuorang yang tergantung pada industri air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.
“Inilah perhitungan yang kemudian menjadi pertimbangan kami melakukan analisa terhadap kebijakan tersebut. Kemudian estimasi kerugian sekitar 170 juta buah GGU PC (galon guna ulang Polikarbonat) itu bisa mencapai Rp6 triliun. Ditambah dengan biaya pengganti galon non GGU sekitar Rp10 triliun. Artinya, kebijakan pelabelan BPA ini apabila diterapkan berpotensi menimbulkan beban sebanyak Rp 16 triliun tadi,” paparnya.
tulis komentar anda