Kisah Pembunuhan Raja Demak Sunan Prawoto Dipicu Dendam Kesumat Arya Penangsang

Senin, 23 Mei 2022 - 05:13 WIB
Kepemimpinan Sunan Prawoto di Kesultanan Demak, tak berlangsung lama. Yakni hanya sekitar tahun 1546-1547 saja. Kematiannya di tangan pembunuh bayaran, membuat tahta Kesultanan Demak beralih kepada Arya Penangsang.

Dalam masa kepemimpinannya yang singkat, Sunan Prawoto lebih cenderung sebagai seorang ahli agama, dari pada pemimpin politik. Sehingga daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dikendalikannya.

Sunan Prawoto lahir saat ayahnya, Raden Trenggana masih sangat muda dan belum menjadi raja. Raden Trenggana adalah adik kandung Pangeran Sabrang Lor, orang Jepara.

Sedangkan Raden Kikin yang lebih tua usianya, lahir dari Permaisuri Raden Fatah bernama Putri Solekha, anak dari pasangan Pangeran Wironegoro Adipati Lasem dengan Nyai Ageng Malokha Binti Sunan Ampel.

Selama memimpin Demak, Sunan Prawoto memindahkan pusat pemerintahannya ke Prawoto, sehingga dikenal dengan sebutan Demak Prawoto. Dalam masa kepemimpinannya, di wilayah Demak ada dua adipati yang sangat kuat, dan turut bersaing memperebutkan takhta Kesultanan Demak.



Kedua adipati ini adalah Adipati Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang, dan Adipati Adiwijaya penguasa Kadipaten Pajang. Masing-masing adalah keponakan dan menantu Sultan Trenggana.

Usai berhasil menghabisi Sunan Prawoto, melalui tangan Rangkud. Arya Penangsang akhirnya naik takhta memimpin Kesultanan Demak. Dalam kepemimpinannya di Kesultanan Demak, Arya Penangsang memindahkan pusat pemerintahan ke Jipang. Masa kepemimpinan Arya Penangsang ini, Kesultanan Demak juga dikenal sebagai Demak Jipang.

Sunan Prawoto meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri. Kemudian Arya Pangiri diasuh bibinya, Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Pajang, Raden Adiwijaya, dan diangkat sebagai Bupati Demak.



Kisah Sunan Prawoto, juga dimuat dalam kronik China. Sunan Prawoto yang memiliki nama kecil Raden Mukmin, dalam kronik China disebut dengan nama Muk Ming. Disebutkan bahwa pada tahun 1529, ia menggantikan Kin San (Raden Kusen) sebagai kepala galangan kapal di Semarang. Kin San adalah adik Jin Bun (Raden Patah).

Kronik China itu juga menyebutkan, Muk Ming mampu membangun 1.000 kapal besar, yang masing-masing mampu memuat 400 prajurit. Pembangunan kapal perang ini, dibantu masyarakat China.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More