Motang Rua, Pahlawan Kebanggaan Orang Manggarai

Jum'at, 17 April 2020 - 05:15 WIB
Kalah pada pertempuran pertama, membuat Belanda melipatgandakan pasukannya dengan meminta bantuan ke Ende dan Kupang. Pada 9 Agustus 1909 pasukan bantuan yang dipimpin Letnan Sepandau tiba di Ruteng. Pada 10 Agustus langsung menyerang Benteng Kuwu, markas pasukan Motang Rua. Pertempuran ini memang tak seimbang, karena kekuatan Belanda dilengkapi dengan senjata modern. Sementara pasukan Motang Rua hanya mengandalkan pedang, tombak dan kapak. Banyak korban tewas dan luka-luka di pihak pasukan Motang Rua.

Agar tak semua jatuh korban, Motang Rua dan pasukan mundur ke Beo Kina dan memancangkan bendera putih, tanda menyerah. Taktik ini menyelamatkan kampung Beo Kina dari aksi bumihangus yang diterapkan Belanda. Sementara, kampung di sekitarnya hangus.

Motang Rua kemudian mengubah taktik dengan melakukan perang gerilya. Dia memindahkan pusat komando di gua “Cunca Wene” di Raka Ndoso. Aksi gerilya Motang Rua memicu perang makin meluas Dalam pertempuran ini 35 pejuang rakyat tewas. Namun Belanda tidak puas karena belum berhasil menangkap Motang Rua.

Menyerah demi keluarga

Belanda kemudian mengubah taktik untuk mendapatkan Motang Rua. Ia menyandera dan menyiksa keluarga Adak Pongkor di Puni (Ruteng) yang merupakan kerabat rapat, di mana ibu dari Motang Rua adalah saudari kandung Adak Pongkor.

Wanggur Laki Mangir –saudara dari ibu Motang Rua- dipaksa untuk mencari Motang Rua agar menyerahkan diri. Jika tidak menyerahkan diri, maka seluruh keluarga akan dibunuh Belanda. Motang Rua lalu dicari dan ditemukan di gua persembunyiannya. Setelah dijelaskan, sang pahlawan pun ikhlas menyerahkan diri demi keselamatan keluarga.

Namun sebelum menyerahkan diri, Motang Rua meminta keluarganya untuk melakukan ritual melepas ayam putih untuk menghilangkan kekuatan supra natural yang dimilikinya. Setelah ritual itu dilakukan, Motang Rua kembali dan bisa dilihat pasukan musuh.

Dibuang ke Batavia hingga Vietnam

Belanda kemudian membawa Motang Rua dan beberapa pengikut termasuk adik kandungnya ke Reo. Dari pelabuhan Reo, mereka dibawa ke Ende, lalu ke Kupang dan ke Makasar untuk diadili.

Pengadilan Belanda di Makasar memutuskan Motang Rua dan adiknya divonis dengan hukuman penjara selama 20 tahun di Batavia (Jakarta). Dari Batavia, kemudian Motang Rua dan adiknya dipindahkan ke Sawa Lunto untuk dipekerjakan pada pertambangan batu bara milik Pemerintah Kolonial Belanda.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More