Mari Longa, Pejuang asal Flores yang Pantang Menyerah
Senin, 11 Mei 2020 - 05:00 WIB
Dipicu rasa marah itu, Mari dan anak buahnya kemudian menghadang tentara kolonial Belanda yang sedang patroli di Bhoasia. Pasukan kolonial dibuat kocar-kacir. Banyak dari pasukan kolonial yang mati. Sedangkan yang selamat, kembali ke Maumere meminta bala bantuan.
Dari sini mulailah episode perang kolonial itu. Pasukan kolonial yang terdesak setelah mendapat bantuan personil dari Kupang dan Jawa, bergerak dari menuju Ndondo untuk menyerang pasukan Mari Longa.
Kalah karena jumlah pasukan dan persenjataan tak sebanding, bukan alas an bagi Mari dan pasukannya untuk menyerah. Merasa terdesak, Mari berpikir taktis. Ia memerintahkan pasukannya bersembunyi di hutan. Sedangkan dia sendiri menghadap lawan, bukan untuk berperang, tapi menyerahkan diri.
Niat Mari Longa disambut baik pasukan penjajah. Dia lalu dibawa dengan pengawalan ketat pasukan kolonial untuk dipenjara. Karena tampak kooperatif dan patuh, pengawal lengah. Saat itulah Mari kabur dan kembali ke Watu Nggere. Di markasnya Mari kembali perkuat pasukannya.
Pembesar kolonial sangat marah mendengar kejadian tersebut dan mengirim utusan untuk menghadap Mari dengan siasat ajak berunding. Namun, ajakan untuk berunding ditolak oleh Mari.
Sang utusan pulang dengan kabar yang membuat pembesar Belanda marah. Karena tak mau berunding, pihak kolonial kembali melakukan penyerangan. Namun, hasilnya tetap sama. Pasukan kolonial jatuh berguguran, dan kembali lagi ke Ende.
Episode perang Mari Longa melawan Belanda sejatinya dimulai pada tahun 1890, ketika ia membantu Bhara Nuri. Hingga periode 1893 -1897, pasukan Belanda tampaknya makin lemah.
Memasuki episode perang kolonial II tahun 1898-1902, pasukan penjajah terjebak strategi Mari Longa. Pasukan Belanda digiring memasuki hutan sehingga mereka menyerah kalah. Belanda mengajak damai dan menawarkan Mari Longa menjadi raja. Kali ini, Mari yang terjebak. Karena setelah berdamai, Mari tidak diangkat menjadi raja di Watunggere.
Kekecewaan ini menimbulkan perang kolonial III pada tahun 1905. Belanda membakar kampung Lewa Nggere. Mari Longa dan pasukannya tidak terima. Lalu mereka membantai serdadu Belanda.
Selanjutnya, pada tahun 1906 meletus perang kolonial IV. Pasukan Belanda banyak yang jatuh korban karena terkena tembakan anak panah otomatis yang dipasang pada jalan masuk kampung Watu Nggere dan jalan di hutan, dekat benteng Watu Nggere yang merupakan perkampungan Belanda. Ini memaksa Belanda menarik pasukannya dari wilayah Mari kembali ke Ende.
Dari sini mulailah episode perang kolonial itu. Pasukan kolonial yang terdesak setelah mendapat bantuan personil dari Kupang dan Jawa, bergerak dari menuju Ndondo untuk menyerang pasukan Mari Longa.
Kalah karena jumlah pasukan dan persenjataan tak sebanding, bukan alas an bagi Mari dan pasukannya untuk menyerah. Merasa terdesak, Mari berpikir taktis. Ia memerintahkan pasukannya bersembunyi di hutan. Sedangkan dia sendiri menghadap lawan, bukan untuk berperang, tapi menyerahkan diri.
Niat Mari Longa disambut baik pasukan penjajah. Dia lalu dibawa dengan pengawalan ketat pasukan kolonial untuk dipenjara. Karena tampak kooperatif dan patuh, pengawal lengah. Saat itulah Mari kabur dan kembali ke Watu Nggere. Di markasnya Mari kembali perkuat pasukannya.
Pembesar kolonial sangat marah mendengar kejadian tersebut dan mengirim utusan untuk menghadap Mari dengan siasat ajak berunding. Namun, ajakan untuk berunding ditolak oleh Mari.
Sang utusan pulang dengan kabar yang membuat pembesar Belanda marah. Karena tak mau berunding, pihak kolonial kembali melakukan penyerangan. Namun, hasilnya tetap sama. Pasukan kolonial jatuh berguguran, dan kembali lagi ke Ende.
Episode perang Mari Longa melawan Belanda sejatinya dimulai pada tahun 1890, ketika ia membantu Bhara Nuri. Hingga periode 1893 -1897, pasukan Belanda tampaknya makin lemah.
Memasuki episode perang kolonial II tahun 1898-1902, pasukan penjajah terjebak strategi Mari Longa. Pasukan Belanda digiring memasuki hutan sehingga mereka menyerah kalah. Belanda mengajak damai dan menawarkan Mari Longa menjadi raja. Kali ini, Mari yang terjebak. Karena setelah berdamai, Mari tidak diangkat menjadi raja di Watunggere.
Kekecewaan ini menimbulkan perang kolonial III pada tahun 1905. Belanda membakar kampung Lewa Nggere. Mari Longa dan pasukannya tidak terima. Lalu mereka membantai serdadu Belanda.
Selanjutnya, pada tahun 1906 meletus perang kolonial IV. Pasukan Belanda banyak yang jatuh korban karena terkena tembakan anak panah otomatis yang dipasang pada jalan masuk kampung Watu Nggere dan jalan di hutan, dekat benteng Watu Nggere yang merupakan perkampungan Belanda. Ini memaksa Belanda menarik pasukannya dari wilayah Mari kembali ke Ende.
tulis komentar anda